KISAH “ASHABUL
UKHDUD” DALAM AL QUR’AN
Peristiwa Ashhabul
Ukhdud adalah sebuah tragedi berdarah, pembantaian yang dilakukan oleh
seorang raja kejam kepada jiwa-jiwa kaum muslimin, ini merupakan kebiadaban dan
tindakan tak berprikemanusiaan; namun akidah tetaplah harus dipertahankan,
karena dengannyalah kebahagiaan yang abadi akan diperoleh. Allah mengisahkan
kejadian tragis ini dalam Alquran dengan firman-Nya:
” 4.
Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, 5 . yang
berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, 6. ketika mereka duduk di
sekitarnya, 7. sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap
orang-orang yang beriman.”
(QS.
Al-Buruj: 4-7)
Para ahlul
ilmi sedikit berselisih dalam menafsirkan siapakah Ashhabul Ukhdud.
Sebagian di antara mereka (ahlul ilmi) mengatakan bahwa mereka (Ashhabul Ukhdud)
adalah suatu kaum yang termasuk orang-orang ahli kitab dari sisa-sisa orang
Majusi.
Ibnu Abbas dalam
suatu riwayat mengatakan: “Mereka adalah sekelompok manusia dari bani Isra’il. Mereka menggali
parit yang luas di suatu tempat kemudian menyalakan api, orang-orang berdiri
dihadapkan kepada parit, baik laki-laki maupun wanita, kemudian mereka
dilemparkan ke dalamnya. Mereka menganggap bahwa dia adalah Daniel dan para
sahabatnya.”
Dan dalam riwayat: “Hal itu adalah sebuah lubang parit
di negeri Najran, di mana mereka menyiksa manusia di dalamnya.”
Sedangkan dalam
riwayat Adl-Dlohak, beliau mengatakan: “Para ahli tafsir menyangka bahhwa Ashhabul
Ukhdud adalah orang-orang dari bani Israil, di mana mereka meringkus
manusia baik laki-laki maupun wanita, lalu dibuatkanlah parit dan dinyalakan
api dalam parit tersebut, lalu dihadapkanlah seluruh kaum mu’minin ke arah
parit tersebut, seraya dikatakan: ‘Kalian (memilih) kufur atau dilemparkan ke
dalam api?” (Tafsir Ath-Thabari, 30/162)
Kisah tragis ini pun kerap disampaikan oleh para
pengajar kepada para muridnya. Bahkan pada kisah anak-anak pun sering
disajikan. Kisah tersebut ialah sebagai berikut:
Dahulu ada seorang raja, dari orang-orang sebelum
kalian. Dia memiliki seorang tukang sihir. Tatkala tukang sihir itu sudah tua,
berkatalah ia kepada rajanya: “Sesungguhnya aku telah tua. Utuslah kepadaku
seorang anak yang akan aku ajari sihir.” Maka sang raja pun mengutus seorang
anak untuk diajari sihir. Setiap kali anak tersebut datang menemui tukang
sihir, di tengah perjalanan ia selalu melewati seorang tabib, ia pun duduk
mendengarkan pembicaraan rahib tersebut, sehingga ia kagum kepadanya. Maka
setiap kali ia datang ke tukang sihir, ia selalu duduk dan mendengarkan petuah
rahib itu, kemudian baru ia datang ke tukang sihir sehingga tukang sihir itu
memukulnya (karena ia datang terlambat, red.). ia mengadukan hal itu kepada
rahib tadi, sang rahib pun berpesan: “Kalau engkau takut kepada tukang sihir,
katakanlah bahwa keluargamu telah menghalangimu (sehingga engkau terlambat),
dan bila engkau takut kepada keluargamu, katakan juga bahwa tukang sihir itu
telah mencegahmu. Maka tatkala berlangsung demikain, tiba-tiba ada seekor
binatang buas mengonggok di tengah jalan sehingga menghalangi lalu-lalangnya
manusia. Menghadapi peristiwa ini maka ia pun bergumam: “Pada hari ini akan aku
buktikan apakah tukang sihir itu lebih utama dari pada rahib, ataukah
sebaliknya.”
Ia pun mengambil sebuah batu kemudian mengatakan: “Ya
Allah, apabila perkara rahib lebih engkau sukai daripada tukang sihir, maka
bunuhlah binatang buas itu.” Kemudian ia lemparkan batu tersebut, sehingga
matilah binatang buas tadi dan manusia pun bisa lewat kembali. Sesudah itu
datang lah ia kepada rahib dan mengabarkan kejadian yang baru saja ia alami,
kemudian sang rahib mengatakan:
“Wahai anakku, hari ini engkau lebih baik daripada
aku, dan engkau telah sampai pada perkara yang aku sangka. (ketahuilah) sesungguhnya
engkau akan diuji, dan bila engkau diuji, janganlah engkau tunjukkan tentang
diriku.”
Dan kini ia dapat menyembuhkan penyakit buta, penyakit
kusta, serta dapat mengobati manusia dari berbagai macam penyakit.
Hal ini terdengar oleh seorang teman duduk raja,
sedangkan dia adalah seorang yang buta, kemudian ia membawa harta yang banyak
seraya mengatakan: “Aku akan berikan harta ini kepadamu bila engkau bersedia
menyembuhkan penyakitku.” Maka sang anak menjawab, “Sesungguhnya aku tidaklah
bisa menyembuhkan siapapu, yang bisa menyembuhkan hanyalah Allah. Kalau engkau
beriman kepada Allah maka aku akan berdoa kepada-Nya untuk kesembuhanmu.” Maka
ia pun beriman kepada Allah dan Allah pun menyembuhkan penyakitnya. Kemudian
datanglah dia menemui sang raja dan duduk sebagaimana biasanya, sang raja pun
heran seraya mengatakan: “Siapakah yang telah mengembalikan pandanganmu?” maka
ia menjawab: “Rabb-ku.” Sang raja melanjutkan: “Apakah engkau memiliki
tuhan selain aku?!!” Jawabnya, “Ya, Dia adalah Rabb-ku dan Rabb-mu juga.” Maka
sang raja pun menyiksanya dan terus menyiksanya sampai ia menunjukkan kepada
anak tersebut. Didatangkanlah si anak itu, kemudian sang raja berujar: “Wahai
anakku, sekarang engkau telah memiliki kepandaian sihir, sehingga bisa
menyembuhkan orang yang buta dan juga bisa menyembuhkan penyakit kusta dan lain
sebagainya.” Sang anak balik menjawab, “Sesungguhnya aku tidak bisa
menyembuhkan siapapun, dan hanya Allah-lah yang bisa menyembuhkan.”
Akhirnya sang raja pun menyiksanya dan terus menyiksanya
sampai ia menunjukkan kepada rahib. Maka didatangkanlah si rahib, kemudian
dikatakan kepadanya: “Berhentilah dari agamamu!!” Ia pun enggan. Maka sang raja
meminta gergaji kemudian diletakkan tepat di tengah kepalanya, dan dibelahlah
tubuhnya sampai terbelah menjadi dua bagian. Kemudian didatangkan pula teman
duduk sang raja tersebut, dan dikatakan kepadanya: “Berhentilah dari agamamu!!”
Demikian pula, ia pun enggan, kemudian ditaruh gergaji itu di atas kepalanya,
lantas dibelahlah tubuhnya hingga terbelah.
Selanjutnya didatangkanlah sang anak, dan dikatakan
kepadanya: “Berhentilah dari agamamu!!” Ia pun menolak. Kemudian ia dilemparkan
kepada sekelompok prajurit raja, dan dikatakan: “Pergilah kalian ke gunung ini
dan gunung ini, mendakilah sampai di puncak gunung, apabila ia mau berhenti
dari agamanya selamatkan dia, dan kalau tidak, maka lemparkan ia ke dasar
jurang.”
Maka mereka pun pergi, kemudian naik, dan tatkala
berada di atas gunung sang anak berdoa: “Ya Allah! Jagalah diriku dari tipudaya
mereka sekehendak-Mu.” Tiba-tiba bergetarlah gunung tersebut dan semua prajurit
raja jatuh berguguran ke bawah jurang, kemudian kembalilah sang anak menemui
sang raja. Ia heran dan mengatakan: ‘Apa yang terjadi pada para sahabatmu?”
Sang anak menjawab: “Sesungguhnya Alalh telah menjagaku dari makar mereka.”
Maka kembali sang raja melemparkannya ke sekelompok prajuritnya yang lain,
kalai ini perintah sang raja: “Pergilah kalian dan bawalah anak ini ke sebuah
perahu, apabila kalain telah ke tengah laut, maka apabila ia mau berhenti dari
agamanya selamatkanlah ia, kalau ia tetap enggan, lemparkanlah ia ke tengah
lautan!”
Maka mereka pun
pergi, setelah sampai di tengah laut, sang anak pun berdoa: “Ya Allah! Jagalah
diriku dari tipudaya mereka sekehendak-Mu.” Maka perahu itu pun terbalik, namun
Allah tetap menyelematkannya dan tenggelamlah seluruh prajurit raja. Kembalilah
sang anak datang menemui sang raja, ia pun terkejut seraya mengatakan: “Apa
yang terjadi pada para sahabatmu?” Sang anak menjawab, “Allah telah menjagaku
dari makar mereka.” Kemudian ia berkata kepada sang raja, “Sesungguhnya engkau
tidak akan pernah bisa membunuhku, kecuali bila engkau mau menuruti
permintaanku.” Sang raja menjawab, “Apakah itu? Sang anak melanjutkan,
“Kumpulkanlah seluruh manusia pada satu tempat, kemudian saliblah aku di sebuah
pohon kurma, kemudian ambillah satu anak panah dari tempat anak panahku,
letakkan anak panah itu di busurnya, kemudian katakanlah “Bismilah Rabbil
ghulam (dengan nama Allah Rabb-nya anak ini).’ Kemudian lepaskanlah anak
panah tersebut. Dengan begitu engkau bisa membunuhku.”
Maka sang raja
pun mengumpulkan manusia pada suatu padang yang luas. Dia menyalib anak
tersebut pada sebuah batang kurma, kemudian mengambil sebuah anak panah dari
tempat anak panahnya dan diletakkan di sebuah busur, kemudian mengatakan: “Bismillah
Rabbin ghulam (Dengan menyebut nama Allah, Rabb anak ini).” Kemudian panah
itu dilepaskan, maka anak panah itu melesat tepat mengenai pelipis sang anak,
setelah itu Ia meletakkan tangannya di pelipisnya kemudian meninggal.
Maka manusia
seluruhnya mengucapkan, “Aamanna bi Rabbil ghulam (Kami beriman kepada
Allah Rabb-nya anak tersebut).” Maka dikatakan kepada sang raja: “(Wahai sang
raja!) Tahukah engkau, perkara yang selama ini kau khawatirkan telah terjadi.
Sungguh manusia seluruhnya telah beriman.” Maka sang raja memerintahkan untuk
membuat sebuah parit di dekat pintu-pintu jalan dan membuat lubang panjang.
Lalu dinyalakanlah api kemudian ia berorasi: “Barangsiapa yang tidak mau
kembali dari agamanya, maka lemparkanlah ke dalam parit tersebut.” Atau
sehingga dikatakan, “Lemparkanlah!!” maka mereka pun melemparkan seluruhnya.
Sampai datang seorang wanita bersama bayinya, ia seorang wanita bersama
bayinya, ia berputus asa, berdiri lemas tanpa daya menghadap jurang parit yang
tengah berkobar api, tiba-tiba sang bayi berucap, “Wahai ibuku.. bersabarlah,
sesungguhnya engkau dalam kebenaran…!”
(Hadits shahih
riwayat Imam Muslim dalam kitab Az-Zuhd bab “Qishashotu Ash-habil Ukhdud
was Sahir war Rahib wal Ghulam: 3005)
Mutiara faidah
dari kisah pemuda dan tukang sihir (Ashhabul Ukhdud)
1.
Ahlul fasad (para pengusung kesesatan) selalu
berusaha untuk menularkan dan mewariskan kesesatan mereka, dengan berupaya
sekuat tenaga untuk melanggengkan kesesatannya tersebut.
2.
Disenanginya belajar di kala kecil, karena belajar di
kala kecil seperti mengukir di atas batu, dan seorang anak akan mampu menerima
didikan dan pengajaran sesuai dengan yang diharapkan.
3.
Hati-hati para hamba adalah berada di Tangan Allah,
maka Allah akan memberi petunjuk atau menyesatkan siapapun yang
dikehendaki-Nya. Lihatlah si anak tersebut, ia mendapatkan petunjuk sekalipun
berada dalam didikan tukan sihir dan dalam asuhan seorang raja sesat.
4.
Menetapkan adanya karomah para wali, mereka adalah
orang-orang yang berimand an bertakwa kepada Allah, seperti dalam
firman-Nya: “Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati, (yaitu) orang-orang yang
beriman dan mereka selalu bertaqwa.” (QS. Yunus: 62-63)
5. Bolehnya bagi seseorang untuk mengorbankan dirinya apabila di sana ada
kemaslahatan manusia secara umum. Berkata Syaikhul Islam, “Karena hal itu
termasuk jihad di jalan Allah, dengan itu umat akan beriman dan ia pun tidak
akan sia-sia, karena cepat atau lambat ia pun pasti akan meninggal dunia” Adapun
yang dilakukan oleh sebagian manusia dengan praktek bom bunuh diri, yaitu
dengan membawa alat peledak (bom) kemudian meledakkannya di sekelompok
orang-orang kafir, maka ini termasuk kategori membunuh diri sendiri, dan
barangsiapa yang membunuh diri sendiri maka ia kekal di dalam neraka
selama-lamanya. Sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits: “Barangsiapa membunuh
dirinya dengan sebatang besi, maka besi itu berada di tangannya, lantas ia akan
menusuk perutnya dengannya di neraka jahannam, dia kekal selama-lamanya di
dalamnya.” (HR. Bukhari 5778, Muslim: 109). Karena perilakus emacam itu
tidak membawa maslhat bagi kaum muslimin secara keseluruhan. Dengan itu, ia
mungkin hanya membunuh 10, 100, atau 200 kaum kuffar, yang hal tersebut tidak
membawa manfaat bagi Islam dan tidak pula menjadikan manusia masuk ke dalam
Islam. Berbeda dengan kisah ghulam (anak) tersebut. (Lihat Bahjatun
Nadhirin karya Syaikh Salim bin Id Al-Hilali 1/86-88, Syarh Riyadlush
Shalihin karya Syaikh Ibnu Utsaimin: 156-166).
Wallahul
Muwaffiq.
0 Comment to "KISAH “ASHABUL UKHDUD” DALAM AL QUR’AN"
Posting Komentar