Kamis, 31 Agustus 2017

Tahap keancuran Bumi menurut Al-Quran dan Ilmu pengetahuan


Waktu terus berjalan hingga kemasa kita sekarang ini. Keadaan ini akan terus berjalan hingga beberapa waktu kedepan. Sampai saatnya yang telah ditentukan oleh Allah pada saat bumi akan dihancurkan dengan sehancur-hancurnya.
Kehancuran bumi ini, menurut ilmu astronomi akan terjadi beberapa waktu saat lintasan bumi masuk kewilayah berkabut diruang angkasa yang dikenal dengan nama kabut Oort. Kabut Oort adalah nama untuk suatu wilayah diruang angkasa yang dipenuhi dengan miliaran batuan angkasa yang berukuran kecil hingga batuan raksasa. Saat bumi masuk kelintasan berbatu ini, maka bumi akan dihujani dengan jutaan meteor yang akan menghancurkan bumi.
Sejarah telah mencatat satu meteor berukuran besar akan menghantam bumi. Hal ini pernah terjadi 250 juta tahun yang lalu pada masa dinosaurus hingga menyebabkan kepunahannya. Dimasa yang akan datang bumi tidak hanya diajtuhi satu meteor akan tetapi dibombardir dengan jutaan meteor.
Apabila langit telah terbelah (1), dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan (2), dan apabila lautan dijadikan meluap (3) (QS. Al-Infitar 1-3)
Akibat dari hujan meteor dalam ukuran besar dan jumlah yang sangat banyak, bumi akan hancur dan porak poranda. Cendawan debu menyelimuti seluruh penjuru bumi. Sinar matahari tak akan lagi mampu menembus ketebalan selimut debu itu dan seluruh makhluk yang bernyawa akan mengalami kematian. Dan bumipun akan mengalami kiamat kubra (besar).
Setelah mengalami kehancuran yang sangat parah, maka Allah memperbaiki bumi ini dalam kurun waktu yang sangat lama dan akan dipersiapkan untuk kehidupan akhirat.
Menurut perhitungan astronomi, rehabilitasi bumi ini akan memakan waktu lama dan pada saat bersamaan alam ini terus mengalami pengembangan kesegala penjuru, dan dalam ilmu astronomi tahap mengembang ini disebut karena adanya daya dorong saat pertama kali dipisahkan oleh Allah SWT.
Sumber:ht*p://www.marimembaca




Hal-hal Penting yang Harus Dipersiapkan Untuk Menghadapi Akhir Zaman


Setelah mengetahui berbagai hal buruk yang akan terjadi di akhir zaman, lantas apa sajakah persiapan yang sudah kita lakukan untuk menyambutnya? Apakah harta melimpah saja cukup untuk kita bisa bertahan di zaman yang semakin berat dan sulit kelak.
Masa dimana kedzaliman dan berbagai kemungkaran merajalela, yang kaya semakin kaya dan yang miskin makin tertindas sehingga demi mempertahankan hidupnya, seseorang akan mudah sekali melakukan perampokan hingga pembunuhan.
Namun lagi-lagi, hal itu sudha dijelaskan secara gambling pada hadits Nabi, Dari Abdullah bin Mas’ud dan Abu Musa Al-Asy’ari bahwasannya Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya menjelang terjadinya kiamat akan ada hari-hari di mana kebodohan menjadi-jadi, ilmu syariat diangkat dan terjadi banyak harj. Harj adalah pembunuhan.” (HR. Bukhari)
Lalu, apakah persiapan yang harus segera kita lakukan sekarang?
Persiapan Pertama, yang wajib Anda miliki sekarang ini adalah ILMU dan IMAN. Ilmu yang harus Anda pelajari tentulah tentang seluk beluk fitnah akhir zaman.
Bisa dibayangkan, bagaimana kita bisa menghadapi dengan tegar berbagai ujian dan cobaan akhir zaman jika kita tidak memiliki ilmunya. Jangan sampai kita terombang-ambing oleh keadaan yang makin tak menentu di akhir zaman.
Nah, berikut ini ilmu yang harus kita pelajari untuk menyambut akhir zaman, yakni:
1.       Ilmu Aqidah dan tauhid yang benar sesuai dengan generasi salafus shalih atau generasi orang-orang terdahulu, yaitu Rasulullah, para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. Hanya dnegan iman dan tauhid yang lurus itulah kita akan terselamatkan dari fitnah dajjal. Ketika iman dan tauhid kita masih bengkok, maka kita tidka akan selamat dari fitnah akhir zaman.
2.       Pahami karakteristisk musuh-musuh islam dan pastikan kita tidal termasuk diantara mereka.
3.       Wajib memahami karakteristik firqatun naajiyah dan pastikan kita termasuk dalam kriterianya.
Persiapan Kedua, adalah persiapan materi. Materi memang tidak terlalu penting, namun tidak ada salahnya jika kita mulai mempersiapkannya, karena dengan materi kita bisa meningkatkan amal.
Bicara tentang materi, ternyata pada fase keempat nanti, kita akan melalui zaman tanpa teknologi sehingga hidup akan semakin sulit karena gelap tanpa listrik dan krisis makanan yang diakibatkan Dukhan.
Oleh karena itu, yang bisa kita siapkan dari sekarang ini adalah:
Menanam Pohon Kurma
Rasulullah menganjurkan kita untuk menanam pohon kurma dan menyimpan stok kurma yang masih ada tangkainya sebanyak-banyaknya di rumah-rumah kita. Kenapa harus kurma? Karena pohon kurma merupakan tanaman yang akan bertahan hidup menski terjadi dukhan. Sementara itu hampir semua tanaman mati.
“Sekiranya hari kiamat hendak terjadi, sedangkan di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit kurma maka apabila dia mampu menanamnya sebelum terjadinya kiamat maka hendaklah dia menanamnya.” (HR. Imam Ahmad)
Membuat Sumur-sumur Manual di Rumah
Matinya teknologi membuat pompa air dan segala peralatan berbau teknologi tidak bisa berfungsi. Untuk itu, disarankan membuat sumur-sumur manual agar kita tidak mengalami kesulitan air.
Menyiapkan Dinar dan Dirham
Runtuhnya system perbankan akan membuat uang kertas tidak akan berfungsi lagi dan kita akan kembali menggunakan dinar dan dirham. Oleh karena itu, tidka ada salahnya mulai mengemaskan uang kertas kita.
“Akan datang suatu jaman kepada manusia. Barangsiapa yang tidak mempunyai uang kuning (Dinar) dan juga uang putih (Dirham), maka tidak akan mendapatkan kemudahan dalam kehidupan.” (HR. Ath-Thabrani)
“Akan datang kepada manusia, suatu masa yang mana tidak bermanfaat di masa itu kecuali Dinar dan Dirham.”  (HR. Ahmad)
Menyiapkan Alat-alat Rumah Tangga Manual
Seperti dijelaskan diatas, matinya teknologi membuat kita hidup sebagaimana orang dahulu, maka itu siapkan alat-alat rumah tangga manual, seperti : Kompor manual, korek api, lilin, lampu tempel, minyak tanah.
Menyiapkan Alat-alat Surviver Manual
Kita tidak tahu apa yang akan terjadi kelak, yang jelas kita harus mempersiapkan alat-alat survival manual, seperti : berbagai macam tali dan tenda.
Masker dan Kacamata Renang
Bencana Dukhan merupakan bencana dengan asap hitam yang tebal dan pekat. Oleh karena itu, pastikan kita mempersiapkan alat-alat untuk melindungi tubuh dari paparan zat-zat berbahaya.
Senjata Manual dan Baju Anti Senjata Tajam
Banyaknya kejahatan di masa itu, sehingga kita wajib menyediakan senjata manual dan juga baju anti senjata tajam untuk melindungi diri.
Alat Thibbun Nabawi
Pengobatan manual juga dibutuhkan, karen atidak adalagi rumah sakit yang beroperasi sehingga kita wajib menguasai pengobatan thibbun nabawi, seperti : bekam dan semacamnya.
Ketika sudha mendapatkan info resmi bahwa tidak lama lagi aka nada meteor yang menabrak bumi dan sudah ada gonjang-ganjing di Arab Saudi, maka segera siapkan beberapa hal ini:
·         Hijrah ke pedesaan, karena orang yang paling menderita ketika terjadi dukhan adalah orang perkotaan.
·         Membentuk komunitas, misalnya menyiapkan satu lahan dimana berkumpul orang-orang beriman yang saling melindungi satu sama lain. Karena banyaknya kejahatan, bahkan disebutkan tetangga akan tega mendatangi tetangga lain untuk saling bunuh demi makanan. Jika Anda memiliki tetangga orang beriman, maka hal ini bisa diminimalisir.
·         Segera jual aset-aset berbasis teknologi dan beralih dengan membeli dinar dan dirham atau emas.
Semoga dengan memahami Hal-Hal Penting yang Harus Dipersiapkan untuk Menghadapi Akhir Zaman diatas, kita lebih semangat lagi dalam meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah Taála.
Semoga Allah menjaga kita dan menguatkan kita dalam menghadapi masa-masa sulit di akhir zaman kelak dan semoga Allah selamatkan kita dari fitnah-fitnah akhir zaman.
Sumber: kajianlagi





SEJARAH SUNAN KALIJAG

SEJARAH SUNAN KALIJAG

Di antara para wali yang lain, Kanjeng Sunan Kalijaga bisa dikatakan satu-satunya wali yang menggunakan pendekatan yang pas yaitu budaya Jawa. Dia sadar, tidak mungkin menggunakan budaya lain untuk menyampaikan ajaran sangkan paraning dumadi secara tepat. Budaya arab tidak cocok diterapkan di Jawa karena manusia Jawa sudah hidup sekian ratus tahun dengan budayanya yang sudah mendarah daging. Bahkan, setelah “dilantik” menjadi wali, dia mengganti jubahnya dengan pakaian Jawa memakai blangkon atau udeng.
Nama mudanya Raden Syahid, putra adipati Tuban yaitu Tumenggung Wilatikta dan Dewi Nawangrum. Kadpiaten Tuban sebagaimana Kadipaten yang lain harus tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Nama lain Tumenggung Wilatikta adalah Ario Tejo IV, keturunan Ario Tejo III, II dan I. Arti Tejo I adalah putra Ario Adikoro atau Ronggolawe, salah seorang pendiri Kerajaan Majapahit. Jadi bila ditarik dari silsilah ini, Raden Syahid sebenarnya adalah anak turun pendiri kerajaan Majapahit.
Raden Syahid lahir di Tuban saat Majapahit mengalami kemunduran karena kebijakan yang salah kaprah, pajak dan upeti dari masing-masing kadipaten yang harus disetor ke Kerajaan Majapahit sangat besar sehingga membuat miskin rakyat jelata. Suatu ketika, Tuban dilanda kemarau panjang, rakyat hidup semakin sengsara hingga suatu hari Raden Syahid bertanya ke ayahnya: “Bapa, kenapa rakyat kadipaten Tuban semakin sengsara ini dibuat lebih menderita oleh Majapahit?”. Sang ayah tentu saja diam sambil membenarkan pertanyaan anaknya yang kritis ini.
Raden Syahid yang melihat nasib rakyatnya merana, terpanggil untuk berjuang dengan caranya sendiri. Cara yang khas anak muda yang penuh semangat juang namun belum diakui eksistensinya; menjadi “Maling Cluring”, yaitu pencuri yang baik karena hasil curiannya dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin yang menderita. Tidak hanya mencuri, melainkan juga merampok orang-orang kaya dan kaum bangsawan yang hidupnya berkecukupan.
Suatu ketika, perbuatan mulia namun tidak lazim itu diketahui oleh sang ayah dan sang ayah tanpa ampun mengusir Raden Syahid karena dianggap mencoreng moreng kehormatan keluarga adipati. Pengusiran tidak hanya dilakukan sekali namun beberapa kali. Saat diusir Raden Syahid kembali melakukan perampokan namun sialnya dia tertangkap pengawal kadipaten hingga sang ayah kehabisan akal sehat. “Syahid anakku, kini sudah waktunya kamu memilih, kau yang suka merampok itu pergi dari wilayah Tuban atau kau harus tewas di tangan anak buahku”. Syahid tahu dia saat itu harus benar-benar pergi dari wilayah Tuban dan akhirnya, dia pun dengan hati gundah pergi tanpa arah tujuan yang jelas. Suatu hari dalam perjalanannya di hutan Jati Wangi, dia bertemu lelaki tua yang kemudian memperkenalkan dirinya sebagai Sunan Bonang. Sunan Bonang adalah putra dan murid Sunan Ampel yang berkedudukan di Bonang, dekat Tuban.
Syahid yang ingin merampok Sunan Bonang akhirnya harus bertekuk lutut dan Syahid akhirnya berguru pada Sunan Bonang. Oleh Bonang yang saat itu sudah jadi guru spiritual ini, Syahid diminta duduk diam bersila di pinggir sungai. Posisi duduk diam meneng ini di kalangan para yogi dikenal dengan posisi meditasi. Syahid saat itu telah bertekad untuk mengubah orientasi hidupnya secara total seratus delapan puluh derajat. Yang awalnya dia berjuang dalam bentuk fisik, menjadi perjuangan dalam bentuk batin (metafisik). Dia telah meninggalkan syariat masuk ke ruang hakekat untuk mereguk nikmatnya makrifat. Namun syarat yang diajarkan Sunan Bonang cuma satu: duduk, diam, meneng, mengalahkan diri/ego dan patuh pada sang guru sejati (kesadaran ruh). Untuk menghidupkan kesadaran guru sejati (ruh) yang sekian lama terkubur dan tertimbun nafsu dan ego ini, Bonang menguji tekad Raden Syahid dengan menyuruhnya untuk diam di pinggir kali.
Ya, perintahnya hanya diminta untuk diam tok, tidak diminta untuk dzikir atau ritual apapun. Cukup diam atau meneng di tempat. Dia tidak diminta memikirkan tentang Tuhan, atau Dzat Yang Adikodrati yang menguasai alam semesta. Tidak, Sunan Bonang hanya meminta agar sang murid untuk patuh, yaitu DIAM, MENENG, HENING, PASRAH, SUMARAH, SUMELEH. Awalnya, orang diam pikirannya kemana-mana. Namun sekian waktu diam di tempat, akal dan keinginannya akhirnya melemas dan akhirnya benar-benar tidak memiliki daya lagi untuk berpikir, energi keinginan duniawinya lepas landas dan lenyap. Raden Syahir mengalami suwung total, fana total karena telah hilang sang diri/ego.

“BADANKU BADAN ROKHANI, KANG SIFAT LANGGENG WASESA, KANG SUKSMA PURBA WASESA, KUMEBUL TANPA GENI, WANGI TANPA GANDA, AKU SAJATINE ROH SAKALIR, TEKA NEMBAH, LUNGO NEMBAH, WONG SAKETI PADA MATI, WONG SALEKSA PADA WUTA, WONG SEWU PADA TURU, AMONG AKU ORA TURU, PINANGERAN YITNA KABEH….”

Demikian gambaran kesadaran ruh Raden Syahid kala itu. Berapa lama Raden Syahid diam di pinggir sungai? Tidak ada catatan sejarah yang pasti. Namun dalam salah satu hikayat dipaparkan bahwa sang sunan bertapa hingga rerumputan menutupi tubuhnya selama lima tahu. Setelah dianggap selesai mengalami penyucian diri dengan bangunnya kesadaran ruh, Sunan Bonang menggembleng muridnya dengan kawruh ilmu-ilmu agama. Dianjurkan juga oleh Bonang agar Raden Syahid berguru ke para wali yang sepuh yaitu Sunan Ampel di Surabaya dan Sunan Giri di Gresik. Raden Syahid yang kemudian disebut Sunan Kalijaga ini menggantikan Syekh Subakir gigih berdakwah hingga Semenanjung Malaya hingga Thailand sehingga dia juga diberi gelar Syekh Malaya.
Malaya berasal dari kata ma-laya yang artinya mematikan diri. Jadi orang yang telah mengalami “mati sajroning urip” atau orang yang telah berhasil mematikan diri/ego hingga mampu menghidupkan diri-sejati yang merupakan guru sejati-NYA. Sebab tanpa berhasil mematikan diri, manusia hanya hidup di dunia fatamorgana, dunia apus-apus, dunia kulit. Dia tidak mampu untuk masuk ke dunia isi, dan menyelam di lautan hakikat dan sampai di palung makrifatullah.
Salah satu ajaran Sunan Kalijaga yang didapat dari guru spiritualnya, Sunan Bonang, adalah ajaran hakikat shalat sebagaimana yang ada di dalam
 SULUK WUJIL: UTAMANING SARIRA PUNIKI, ANGRAWUHANA JATINING SALAT, SEMBAH LAWAN PUJINE, JATINING SALAT IKU, DUDU NGISA TUWIN MAGERIB, SEMBAH ARANEKA, WENANGE PUNIKU, LAMUN ARANANA SALAT, PAN MINANGKA KEKEMBANGING SALAM DAIM, INGARAN TATA KRAMA.
(Unggulnya diri itu mengetahui HAKIKAT SALAT, sembah dan pujian. Salat yang sesungguhnya bukanlah mengerjakan salat Isya atau maghrib. Itu namanya sembahyang. Apabila disebut salat, maka itu hanya hiasan dari SALAT DAIM, hanya tata krama).
Di sini, kita tahu bahwa salat sejati adalah tidak hanya mengerjakan sembah raga atau tataran syariat mengerjakan sholat lima waktu. Salat sejati adalah SALAT DAIM, yaitu bersatunya semua indera dan tubuh kita untuk selalu memuji-Nya dengan kalimat penyaksian bahwa yang suci di dunia ini hanya Tuhan: HU-ALLAH, DIA ALLAH. Hu saat menarik nafas dan Allah saat mengeluarkan nafas. Sebagaimana yang ada di dalam Suluk Wujil: PANGABEKTINE INGKANG UTAMI, NORA LAN WAKTU SASOLAHIRA, PUNIKA MANGKA SEMBAHE MENENG MUNI PUNIKU, SASOLAHE RAGANIREKI, TAN SIMPANG DADI SEMBAH, TEKENG WULUNIPUN, TINJA TURAS DADI SEMBAH, IKU INGKANG NIYAT KANG SEJATI, PUJI TAN PAPEGETAN. (Berbakti yang utama tidak mengenal waktu. Semua tingkah lakunya itulah menyembah. Diam, bicara, dan semua gerakan tubuh merupakan kegiatan menyembah. Wudhu, berak dan kencing pun juga kegiatan menyembah. Itulah niat sejati. Pujian yang tidak pernah berakhir)
Jadi hakikat yang disebut Sholat Daim nafas kehidupan yang telah manunggaling kawulo lan gusti, yang manifestasinya adalah semua tingkah laku dan perilaku manusia yang diniatkan untuk menyembah-Nya. Selalu awas, eling dan waspada bahwa apapun yang kita pikirkan, apapun yang kita kehendaki, apapun yang kita lakukan ini adalah bentuk yang dintuntun oleh AKU SEJATI, GURU SEJATI YANG SELALU MENYUARAKAN KESADARAN HOLISTIK BAHWA DIRI KITA INI ADALAH DIRI-NYA, ADA KITA INI ADALAH ADA-NYA, KITA TIDAK ADA, HANYA DIA YANG ADA.
Sholat daim ini juga disebut dalam SULUK LING LUNG karya Sunan Kalijaga: SALAT DAIM TAN KALAWAN, MET TOYA WULU KADASI, SALAT BATIN SEBENERE, MANGAN TURU SAHWAT NGISING. (Jadi sholat daim itu tanpa menggunakan syariat wudhu untuk menghilangkan hadats atau kotoran. Sebab kotoran yang sebenarnya tidak hanya kotoran badan melainkan kotoran batin. Salat daim boleh dilakukan saat apapun, misalnya makan, tidur, bersenggama maupun saat membuang kotoran.)
Ajaran makrifat lain Sunan Kalijaga adalah IBADAH HAJI. Tertera dalam Suluk Linglung suatu ketika Sunan Kalijaga bertekad pergi ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Di tengah perjalanan dia dihentikan oleh Nabi Khidir. Sunan dinasehati agar tidak pergi sebelum tahu hakikat ibadah haji agar tidak tersesat dan tidak mendapatkan apa-apa selain capek. Mekah yang ada di Saudi Arabia itu hanya simbol dan MEKAH YANG SEJATI ADA DI DALAM DIRI. Dalam suluk wujil disebutkan sebagai berikut:
NORANA WERUH ING MEKAH IKI, ALIT MILA TEKA ING AWAYAH, MANG TEKAENG PRANE YEN ANA SANGUNIPUN, TEKENG MEKAH TUR DADI WALI, SANGUNIPUN ALARANG, DAHAT DENING EWUH, DUDU SREPI DUDU DINAR, SANGUNIPUN KANG SURA LEGAWENG PATI, SABAR LILA ING DUNYA.
MESJID ING MEKAH TULYA NGIDERI, KABATOLLAH PINIKANENG TENGAH, GUMANTUNG TAN PACACANTHEL, DINULU SAKING LUHUR, LANGIT KATON ING NGANDHAP IKI, DINULU SAKING NGANDHAP, BUMI ANENG LUHUR, TINON KULON KATON WETAN, TINON WETAN KATON KULON IKU SINGGIH TINGALNYA AWELASAN.
(Tidak tahu Mekah yang sesugguhnya. Sejak muda hingga tua, seseorang tidak akan mencapai tujuannya. Saat ada orang yang membawa bekal sampai di Mekah dan menjadi wali, maka sungguh mahal bekalnya dan sulit dicapai. Padahal, bekal sesungguhnya bukan uang melainkan KESABARAN DAN KESANGGUPAN UNTUK MATI. SESABARAN DAN KERELAAN HIDUP DI DUNIA. Masjid di Mekah itu melingkar dengan Kabah berada di tengahnya. Bergantung tanpa pengait, maka dilihat dari atas tampak langit di bawah, dilihat dari bawah tampak bumi di atas. Melihat yang barat terlihat timur dan sebalinya. Itu pengelihatan yang terbalik).
Maksudnya, bahwa ibadah haji yang hakiki adalah bukanlah pergi ke Mekah saja. Namun lebih mendalam dari penghayatan yang seperti itu. Ibadah yang sejati adalah pergi ke KIBLAT YANG ADA DI DALAM DIRI SEJATI. Yang tidak bisa terlaksana dengan bekal harta, benda, kedudukan, tahta apapun juga. Namun sebaliknya, harus meletakkan semua itu untuk kemudian meneng, diam, dan mematikan seluruh ego/aku dan berkeliling ke kiblat AKU SEJATI. Inilah Mekah yang metafisik dan batiniah. Memang pemahaman ini seperti terbalik, JAGAD WALIKAN. Sebab apa yang selama ini kita anggap sebagai KEBENARAN DAN KEBAIKAN MASIHLAH PEMAHAMAN YANG DANGKAL. APA YANG KITA ANGGAP TERBAIK, TERTINGGI SEPERTI LANGIT DAN PALING BERHARGA DI DUNIA TERNYATA TIDAK ADA APA-APANYA DAN SANGAT RENDAH NILAINYA.
Apa bekal agar sukses menempuh ibadah haji makrifat untuk menziarahi diri sejati? Bekalnya adalah kesabaran dan keikhlasan. Sabar berjuang dan memiliki iman yang teguh dalam memilih jalan yang barangkali dianggap orang lain sebagai jalan yang sesat. Ibadah haji metafisik ini akan mengajarkan kepada kita bahwa episentrum atau pusat spiritual manusia adalah BERTAWAF. Berkeliling ke RUMAH TUHAN, berkeliling bahkan masuk ke AKU SEJATI dengan kondisi yang paling suci dan bersimpuh di KAKI-NYA YANG MULIA. Tujuan haji terakhir adalah untuk mencapai INSAN KAMIL, yaitu manusia sempurna yang merupakan kaca benggala kesempurnaan-Nya.
Sunan Kalijaga adalah manusia yang telah mencapai tahap perjalanan spiritual tertinggi yang juga telah didaki oleh Syekh Siti Jenar. Berbeda dengan Syekh Siti Jenar yang berjuang di tengah rakyat jelata, Sunan Kalijaga karena dilahirkan dari kerabat bangsawan maka dia berjuang di dekat wilayah kekuasaan. Di bidang politik, jasanya terlihat saat akan mendirikan kerajaan Demak, Pajang dan Mataram. Sunan Kalijaga berperan menasehati Raden Patah (penguasa Demak) agar tidak menyerang Brawijaya V (ayahnya) karena beliau tidak pernah berlawanan dengan ajaran akidah. Sunan Kalijaga juga mendukung Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang dan menyarankan agar ibukota dipindah dari Demak ke Pajang (karena Demak dianggap telah kehilangan kultur Jawa.
Pajang yang terletak di pedalaman cocok untuk memahami Islam secara lebih mendalam dengan jalur Tasawuf. Sementara kota pelabuhan jalurnya syariat. Jasa lain Sunan Kalijaga adalah mendorong Jaka Tingkir (Pajang) agar memenuhi janjinya memberikan tanah Mataram kepada Pemanahan serta menasehati anak Pemanahan, yaitu Panembahan Senopati agar tidak hanya mengandalkan kekuatan batin melalui tapa brata, tapi juga menggalang kekuatan fisik dengan membangun tembok istana dan menggalang dukungan dari wilayah sekeliling. Bahkan Sunan Kalijaga juga mewariskan pada Panembahan Senopati baju rompi Antakusuma atau Kyai Gondhil yang bila dipakai akan kebal senjata apapun.
           


7 Hikmah dan Keutamaan Dhasyat Hari Raya Idul Adha

Hari raya Idul Adha pada tahun 2017 kali ini, akan datang tepat pada hari Jumat tanggal 1 September berdasarkan hitungan kalender masehi. Kedatangan hari raya kurban tersebut sebenarnya telah lama menjadi perayaan besar bagi umat Islam.
Mengingat kisah Nabi Ismail ‘alahissalam yang memiliki ketaatan luhur kepada kedua orang tuanya, yaitu Nabi Ibrahim A.S ( ayahnya ) dan Siti hajar ( ibunya ).
Yang mana sewaktu ketika Nabi Ismail harus ridho untuk mengorbankan dirinya guna memenuhi perintah Allah SWT.
Perintah itu datang dikabarkan lewat mimpi sang Ayah, atas seruan dari Allah SWT –agar Nabi Ibrahim segera memenuhi nadzar-nya, yaitu berkenan menyembelih anaknya bernama Ismail.
Padahal beliau amat sayang dengan putranya tersebut, apalagi kala itu Ismail kecil masih berumur 7 tahun. Tapi karena itu semua adalah perintah Allah SWT, akhirnya pengorbanan tetap dilakukan dengan dasar ketaatan.
Tidak ada rasa nikmat sedikit pun jika tidak menaati perintah dari Sang pencipta alam semesta. Karena itulah dibalik sebuah ujian berat itu,
Akhirnya Allah SWT telah mengganti Ismail dengan satu ekor domba, yang sampai hari  ini kita peringati dengan sebutan Hari Raya Kurban/Idul Adha.
Dimana setiap orang muslim dianjurkan untuk berkurban dengan menyembelih hewan peliharaan berupa kambing, sapi, dan domba, sebagaimana tuntunan / risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Semuanya itu pasti terdapat hikmah dan keutamaan jika kita ikut serta memuliakannya bukan? Tidak hanya mengenang pengorbanan Nabi Ibrahim A.S, tapi berikut adalah beberapa hikmah maupun keutamaan yang dapat kita ambil atas kedatangan hari raya Idul Adha.
1. Saling Berbagi Rizki
Hari raya Idul Adha menjadi hari kebahagiaan bagi seluruh umat Islam di dunia. Karena disini kita akan saling membagi – bagikan rizki, yakni berupa daging hasil sembelihan hewan kurban secara merata.
Bagi setiap orang yang menerima daging kurban tentunya mereka sangat senang. Begitu pula bagi Shahibul Kurban, mereka akan mendapatkan rezeki berlipat ganda sesuai janji Allah SWT di dalam firman-Nya.
2. Berkurban Jadi Jalan Ketaqwaan
Mungkin saja sebelumnya kita merasa kesulitan untuk memiliki ketaqwaan tinggi kepada Allah SWT, semisal : Sulit meninggalkan larangan-Nya, dan merasa hati gundah gelisah karena sering kali meninggalkan perintah-Nya.
Maka hari raya Idul Adha memberi keutamaan untuk menghadapi permasalahan tersebut. Dalam Q.S. Al Hajj ayat 37, Allah SWT berfirman:
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. ”
3. Mendapat Pahala Berlipat Ganda
Sungguh betapa besar ganjaran yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang yang mau meluangkan untuk berkurban.
Bahkan dalam sesuatu dari hewan yang dikurbankan itu, tidaklah terbuang karena akan digantikan dengan pahala besar di sisi-Nya.
Hal demikian memang didasarkan atas kabar gembira yang disabdakan oleh Rasulullah SAW –dalam hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmaddan Ibnu Majah R.huma:
“ Pada setiap lembar bulunya ( hewan kurban ) itu kita memperoleh satu kebaikan. ”
Bukan hanya itu, bahkan dalam sebuah riwayat Imam Abul Qasim Al Ashbahani, dari Sahabat Ali bin Abi Thalib R.A, bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Fatimah R.Ha:
“Wahai Fatimah, bangkitlah dan saksikan penyembelihan binatang kurbanmu, Sesungguhnya bagimu pada awal tetesan darah binatang itu sebagai pengampunan untuk setiap dosa, ketahuilah kelak dia akan didatangkan (di hari akhirat) dengan daging dan darahnya dan diletakkan di atas timbangan kebaikanmu 70 kali lipat “.
4. Dijauhkan Dari Neraka
Tiada henti-hentinya Allah SWT memberikan keutamaan, terlebih bagi siapa saja orang yang berkurban dengan penuh keikhlasan.
Dimana pengorbanan itu semata – mata diberikan atas dasar ketaatan dengan rasa penuh kegembiraan, maka kelak Allah SWT akan menjaga mereka semua dari siksaan api neraka. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Al – Husein bin Ali, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa berkurban dengan lapang dada (senang hati) dan ikhlas hanya mengharap pahala dari Allah, maka dia akan diHijab dari neraka “ ( H.R At Thabrani )
5. Pintu Penyelamatan Dunia Akhirat
Mempersiapkan hewan penyembelihan pada hari raya Idul Adha, ternyata terdapat pula hikmah yang didapatkan. Kita akan didekatkan dengan rasa sosial yang tinggi, dimana hal itu akan menjauhkan dari semua rasa terlalu cinta terhadap perkara duniawi.
Perlu diketahui bahwa terlalu cinta terhadap dunia, juga akan berdampak pada kerusakan moral. Karena mampu membutakan rasa saling mengasihi terhadap sesama atau orang yang membutuhkan.
Dengan berkurban pada tanggal 10 Dzulhijjah, maka akan membuat kita menjadi lebih mengerti betapa bahagianya jika kita memiliki rasa sosial tinggi. Selain itu keutamaan pahala berlipat ganda tentunya akan menjadi tabungan di akhirat kelak.
6. Mengenang Kepatuhan Nabi Ibrahim A.S
Pada hari raya Idul Adha, pastinya terkenang kembali betapa besar ketaatan dan kepatuhan Nabi Ibrahim Alaissalam atas perintah – perintah Allah SWT. Sehingga ia telah berhasil menjalankannya dengan baik.
Maka disini paling tidak dapat mencontoh perilaku beliau, yang tak menoleh sedikit pun dari apa yang ditugaskan Allah SWT –meski perintah tersebut amat berat baginya.
7. Berkurban Menjadi Kendaraan Akhirat
Hari raya Idul Adha mampu mendatangkan keutamaan khususnya bagi Shahibul Kurban, yaitu sebuah kendaraan di akhirat kelak.
Dimana kendaraan itu akan mempermudahkannya kelak, guna melawati sebuah jembatan menuju surga. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Ibnu Rif’ah R.A, bahwa Nabi SAW bersabda:
“ Perbesarlah kurban – kurban  kalian, karena qurban itu ( nantinya ) akan menjadi kendaraan-kendaraan dalam melewati jembatan As Shirat ( jembatan di atas neraka jahanam yang menghubungkan pintu surga ) menuju surga.”
Itulah semua hikmah dan keutamaan hari raya Idul Adha yang tidak boleh dilewatkan. Maka dengan kedatangannya, semoga dapat meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kita kepada Allah SWT.
                Sumber: arbamadia.com


PARA PEJUANG

Kisah Para Pejuang

INI HATI BUKAN BANDARA  JANGAN DATANG DAN PERGI SESUKA HATI
Siapa sih yang tidak suka diperhatikan? Apalagi jika perhatiannya itu hanya ditujukan padamu, tentunya hatimu akan senang bukan main!
Tetapi, apakah benar kebahagiaan yang saat itu  dirasakan darinya merupakan cinta yang tulus darinya? Bisa saja, kenyamanan yang saat ini dia berikan padamu, kesenangan yang hanya ditujukan padamu hanya kedok belaka! Bisa jadi selama ini kamu hanya dijadikan pelarian saja. Kok bisa?
Dia Yang Berjanji, Dia Pula Yang Mengakhiri, Mendadak Pula
Dia yang terlalu sering membatalkan janji secara mendadak dan tidak ada permohonan maaf dan rasa menyesal sama sekali merupakan tanda seseorang yang tidak mementingkanmu. Dia mendadak membatalkan jaji karena dia mementingkan janji lain daripada bersamamu. Ketika kamu memaksa bertanya padanya kenapa ia tega membatalkan janji seenaknya, dia pun akan mengelak dan berusaha                                                                                           mengalihkan perhatianmu dengan cara apapun.

Tapi Kok Ia Datang Padamu Hanya Pada Saat Butuh saja
Ia datang padamu sebenarnya hanya pada saat butuh saja. Ketika dia tidak butuh bantuan atau tidak sedang merasa kesepian, ia tidak akan ingat sama sekali denganmu. Sebaliknya, saat kamu membutuhkan bantuannya, dia tiba-tiba tidak bisa dihubungi, secara misterius menghilang tanpa sebab.

Hanya Bisa Janji Tanpa Bukti
wanita yang hanya bisa memberi janji-janji manis tanpa bukti adalah wanita yang tidak serius! Dia hanya membuatmu merasa yakin di awal tetapi tidak pernah berniat membuktikan semua perkataannya. Dia memberi janji manis hanya untuk menyenangkanmu agar kamu tidak menaruh curiga padanya, dan menolong nya saat dia butuh kamu untuk itu berhati-hatilah saat berhadapan dengan wanita yang suka mengumbar janji tanpa kejelasan yang pasti.

Satu yang pasti, kamu bukanlah pilihan pertama untuknya
Satu yang pasti bahwa kamu sudah menjadi pelarian saja dan menfatin kamu ialah kamu bukanlah pilihan pertama baginya. Ia datang padamu ketika ia tidak memiliki pilihan yang lain. Kamu bukanlah suatu prioritas yang harus diutamakan, baginya kamu hanyalah cadangan dan ia datang pada mu saat butuh saja lalu pergi tanpa memikirkan perasaan orang, egois tanpa mendengar pendapat orang. Jangan kamu kira, dia yang selalu datang padamu menjadikanmu yang pertama dalam segala hal.
Untuk itu, disarankan sebagai pria jangan terlalu GR alias kepedean ketika ada cewek yang memperlakukanmu dengan spesial. Ketahuilah dulu latar belakangnya sebelum kamu mulai dekat dan jatuh cinta padanya.

Berhati-hatilah, dengan wanita yang suka mempermainkan pria. Jenis wanita seperti ini tidak segan untuk menyakiti perasaan banyak pria demi keuntungannya dan keperluan pribadinya, seperti benderah, ditarik ulur, dipuja-puji, dinyanyikan, dihormati, lalu ditinggal pergi.

Rabu, 30 Agustus 2017

Kisah Islam Menaklukan Eropa

Islam Menaklukan Eropa
kisah islam menaklukan eropa Salah satu pahlawan besar Islam yang banyak dikenang dan diingat orang adalah seorang panglima yang bernama Thariq bin Ziyad. Thariq adalah salah seorang panglima terbesar dalam sejarah Islam yang merupakan prajurit Kerajaan Umawiyah (Bani Umayyah). Setelah Musa bin Nushair membuka jalan pasukan Islam ke Eropa, Thariq bin Ziyad menyempurnakannya dengan menaklukkan Andalusia. Atas perintah Khalifah al-Walid bin Abdul Malik, Thariq membawa pasukan Islam menyeberangi selat Gibraltar menuju daratan Eropa dari sinilah sejarah bangsa Ifranji –sebutan untuk orang-orang Eropa- itu berubah.
Tulisan kali ini akan memaparkan sedikit tentang perjalanan hidup Thraiq bin Ziyad rahimahullahdan bagaimana upayanya menaklukkan Spanyol.

Masa Kecil Thariq bin Ziyad

Thariq bin Ziyad dilahirkan pada tahun 50 H atau 670 M di Kenchela, Aljazair, dari kabilah Nafzah. Ia bukanlah seorang Arab, akan tetapi seorang yang berasal dari kabilah Barbar yang tinggal di Maroko. Masa kecilnya sama seperti masa kecil kebanyakan umat Islam saat itu, ia belajar membaca dan menulis, juga menghafal surat-surat Alquran dan hadis-hadis.
Tidak banyak yang dicatat oleh ahli sejarah mengenai masa kecil Thariq bin Ziyad, bahkan sejarawan seperti Imam Ibnu al-Atsir, ath-Thabari, dan Ibnu Khaldun tidak meriwayatkan masa kecil Thariq bin Ziyad dalam buku-buku mereka.
Dalam Tarikh Ibnu Nushair, sejarawan mengatakan Thariq adalah budak dari amir Kerajaan Umawiyah di Afrika Utara, Musa bin Nushair. Lalu Musa membebaskannya dari perbudakan dan mengangkatnya menjadi panglima perang. Setelah beberapa generasi kemudian, status Thariq sebagai budak dibantah oleh keturunan-keturunannya.

Jihad di Afrika Utara

Salah satu daerah yang paling strategis di wilayah Afrika Utara adalah Maroko. Daerah ini telah mengenal Islam sebelum kedatangan Musa bin Nushair dan pasukannya –Thariq bin Ziyad termasuk pasukan Musa bin Nushair-. Namun penduduk di daerah ini belum menerima Islam secara utuh dan keimanan mereka belum kokoh, terbukti dengan seringnya masyarakat wilayah ini berganti agama dari Islam ke agama selainnya.

Di antara penyebab pergantian agama ini karena penaklukan Maroko di masa Uqbah bin Nafi’, kurang memperhatikan pendidikan keagamaan. Islam belum mapan di suatu daerah, Uqbah dan pasukannya sudah berangkat ke daerah lainnya. Selain itu keadaan bangsa Barbar di Afrika Utara yang memang mewaspadai pergerakan Uqbah bin Nafi’. Keadaan demikian menyebabkan masyarakat Maroko sering murtad setelah masuk ke dalam Islam (Qishshatu al-Andalus min al-Fathi ila as-Suquth, Hal. 30).
Dalam perjalanan menaklukkan Afrika Utara, Musa bin Nushair dibuat kagum dengan kesungguhan dan keberanian salah seorang pasukannya yang bernama Thariq bin Ziyad. Setelah menaklukkan beberapa wilayah, akhirnya pasukan ini berhasil menaklukkan Kota Al-Hoceima, salah satu kota penting di Maroko. Kota ini sebagai wilayah strategis yang mengantarkan pasukan Islam menguasai semua wilayah Maroko. Musa kembali ke Qairawan sedangkan Thariq menetap di sana dan memberi pengajaran keagamaan kepada masyarakat Barbar Maroko.

Menaklukkan Andalusia

Salah satu rahasia mengapa agama Islam begitu diterima di wilayah-wilayah yang ditaklukkannya karena umat Islam tidak memperbudak dan bukan bertujuan mengusai, akan tetapi tujuannya adalah membebaskan wilayah tersebut, membebaskan wilayah tersebut dari kezaliman penguasanya dan hukum-hukum yang tidak adil. 
Oleh karena itu, kita jumpai wilayah-wilayah yang ditaklukkan umat Islam, penduduk pribuminya berbondong-bondong memeluk agama Islam.
Sebelum umat Islam menguasai Andalus, daratan Siberia itu dikuasai oleh seorang raja zalim yang dibenci oleh rakyatnya, yaitu Raja Roderick. Di sisi lain, berita tentang keadilan umat Islam masyhur di masyarakat seberang Selat Gibraltar ini. Oleh karena itu, orang-orang Andalusia sengaja meminta tolong dan memberi jalan kepada umat Islam untuk menngulingkan Roderick dan membebaskan mereka dari kezalimannya.
Segera setelah permintaan tersebut sampai kepada Thariq, ia langsung melapor kepada Musa bin Nushair untuk meminta izin membawa pasukan menuju Andalus. Kabar ini langsung disampaikan Musa kepada Khalifah al-Walid bin Abdul Malik dan beliau menyetujui melanjutkan ekspansi penaklukkan Andalus yang telah dirintis sebelumnya.
Pada bulan Juli 710 M, berangkatlah empat kapal laut yang membawa 500 orang pasukan terbaik umat Islam. Pasukan ini bertugas mempelajari bagaimana medan perang Andalusia, mereka sama sekali tidak melakukan kontak senjata dengan orang-orang Eropa. Setelah persiapan dirasa cukup dan kepastian kabar telah didapatkan, Thariq bin Ziyad membawa serta 7000 pasukan lainnya melintasi lautan menuju Andalusia.
Mendengar kedatangan kaum muslimin, Roderick yang tengah sibuk menghadapi pemberontak-pemberontak kecil di wilayahnya langsung mengalihkan perhatiannya kepada pasukan kaum muslimin. Ia kembali ke ibu kota Andalusia kala itu, Toledo, untuk mempersiapkan pasukannya menghadang serangan kaum muslimin. Roderick bersama 100.000 pasukan yang dibekali dengan peralatan perang lengkap segera berangkat ke Selatan menyambut kedatangan pasukan Thariq bin Ziyad.
Ketika Thariq bin Ziyad mengetahui bahwa Roderick membawa pasukan yang begitu besar, ia segera menghubungi Musa bin Nushair untuk meminta bantuan. Dikirimlah pasukan tambahan yang jumlahnya hanya 5000 orang.
Akhirnya pada 28 Ramadhan 92 H bertepatan dengan 18 Juli 711 M, bertemulah dua pasukan yang tidak berimbang ini di Medina Sidonia. Perang yang dahsyat pun berkecamuk selama delapan hari. Kaum muslimin dengan jumlahnya yang kecil tetap bertahan kokoh menghadapi hantaman orang-orang Visigoth pimpinan Roderick. Keimanan dan janji kemenangan atau syahid di jalan Allah telah memantapkan kaki-kaki mereka dan menyirnakan rasa takut dari dada-dada mereka. Di hari kedelapan, Allah pun memenangkan umat Islam atas bangsa Visigoth dan berakhirlah kekuasaan Roderick di tanah Andalusia.
Setelah perang besar yang dikenal dengan Perang Sidonia ini, pasukan muslim dengan mudah menaklukkan sisa-sisa wilayah Andalusia lainnya. Musa bin Nushair bersama Thariq bin Ziyad berhasil membawa pasukannya hingga ke perbatasan di Selatan Andalusia.

Kembali ke Damaskus.

Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad tidak hanya mengalahkan penguasa-penguasa zalim di Eropa, namun mereka berhasil menaklukkan hati masyarakat Eropa dengan memeluk Islam. Mereka berhasil menyampaikan pesan bahwa Islam adalah agama mulia dan memuliakan manusia. Manusia tidak lagi menghinakan diri mereka di hadapan sesama makhluk, kemuliaan hanya diukur dengan ketakwaan bukan dengan nasab, warna kulit, status sosial, dan materi. Musa dan Thariq juga berhasil menanamkan nilai-nilai tauhid, memurnikan penyembahan hanya kepada Allah semata.
Memandang keberhasilan Musa dan Thariq menaklukkan Andalusia dan menanamkan nilai-nilai Islam di negeri tersebut, khalifah al-Walid bin Abdul Malik memanggil mereka beruda kembali ke Damaskus.

Penutup

Sekali lagi, kisah Thariq bin Ziyad merupakan buah dari kebijakan-kebijakan Kerajaan Umawiyah yang seolah-olah dilupakan para pembencinya. Mereka disibukkan dengan isu-isu yang dibuat oleh orang-orang Syiah bahwa Bani Umayyah menzalimi ahlul bait Rasulullah. Mereka juga larut dengan kalimat-kalimat orientalis yang mengatakan Kerajaan Umawiyah jauh dari syariat Islam. Mereka tenggelam dengan kabar-kabar palsu itu dan lupa dengan jasa-jasa Bani Umayyah.
Bagi bangsa Eropa, tentu saja kedatangan Islam melalui Thariq bin Ziyad membawa dampak besar terhadap perkembangan peradaban mereka, sebagaimana tergambar pada kemajuan Kota Cordoba. Ini adalah awal kebangkitan modern dan terbitnya matahari yang menerangi kegelapan benua Eropa. Kediktatoran dan hukum rimba berganti dengan norma-norma humanis yang membawa kedamaian.
Jasa-jasa Thariq dan kepahlawanannya diabadikan dengan nama selat yang memisahkan Maroko dan Spanyol dengan nama Selat Gibraltar. Gibraltar adalah kata dalam bahasa Spanyol yang diartikan dalam bahasa Arab sebagai Jabal Thariq atau dalam bahasa Indonesia Bukit Thariq.
Semoga Allah membalas jasa-jasa Thariq bin Ziyad rahimahullah…

Sumber          : – Qishshatu al-Andalus min al-Fathi ila as-Suquth
                        – Islamstory.com



Nabi Sulaiman

Nabi Sulaiman
Add caption
Nabi Sulaiman adalah salah seorang putra Nabi Daud. Nabi Sulaiman sudah menampakkan tanda-tanda
kecerdasannya sejak berusia sebelas tahun. Di tahun itu telah tampak padanya kepandaian berfikir, ketajaman otak dan ketelitian dalam mengambil dan mempertimbangkan sebuah keputusan.
Setelah Sulaiman cukup umur dan ditinggal oleh ayahandanya, Alloh mengangkatnya sebagai Rosul dan Nabi dan diangkatnya sebagai raja di kerajaan Israil. Sulaiman bukan hanya berkuasa atas manusia, akan tetapi seluruh makhluk baik binatang dan jin. Nabi Sulaiman dapat memahami bahasa seluruh binatang.
Nabi Sulaiman memiliki istana yang sangat megah dan indah. Istana tersebut dibangun secara bergotong royong oleh para jin, binatang dan manusia.

Dinding kerajaannya terbuat dari batu pualam, sedangkan tiang dan pintunya terbuat dari tembaga dan emas, atapnya terbuat dari perak dan hiasan ukirannya dari intan dan mutiara, pasir, berlian. Taman di kerajaan ditaburi oleh mutiara dan lain sebagainya.

Nabi Sulaiman dan Ikan Paus







Suatu ketika Nabi sulaiman berjalan untuk mengelilingi dan melihat semua kaum di daerah kekuasaannya. Saat itu Nabi Sulaiman melihat di pinggir pantai ada seekor ikan paus yang besar terdampar. Nabi Sulaiman bertanya: “Wahai ikan paus sedang apakah engkau disini?”
Kemudian ikan paus menjawabnya, “Saya sedang mengambil rizki apa yang telah menjadi hakku hari ini dari Alloh.” Nabi Sulaiman berkata,”Saya mengundang kamu besok untuk makan bersama teman-temanmu.” Ikan paus menjawabnya,” Saya akan datang di waktu yang sama tanpa bersama teman-temanku.”
Di hari besoknya Nabi Sulaiman menyediakan makanan yang sangat banyak, dalam kisahnya panjang prasmanan yang disediakan sepanjang 10 km, setelah waktunya tiba, muncullah ikan paus tersebut dan berkata, “Saya hadir memenuhi undanganmu wahai Nabi Sulaiman.”
Kemudian Nabi Sulaiman mempersilahkan ikan paus tersebut untuk menyantap hidangan yang telah dipersiapkan.
Saat itu Nabi Sulaiman kaget dan heran ketika ikan paus tersebut melahap semua makanan yang telah disediakan dengan seketika dan berkata,”Mana lagi ya Sulaiman? Nabi Sulaiman bertanya,”Kamu sudah memakan sangat banyak dan masih meminta lagi?”
Jawab Nabi Sulaiman dengan terheran-heran “Wahai Nabi Sulaiman, engkau sudah menutup rizkiku dari Alloh hari ini dan engkau telah berjanji untuk memberi rizki yang sama, ketahuilah wahai Sulaiman, sunguh makanan yang engkau sediakan hari ini tidak cukup untuk makan pagiku.”
Mendengar perkataan ikan paus tersebut seraya berdo’a kepada Alloh sesungguhnya Engkau maha pemberi rizki, hanya kepadamulah yang berkuasa atas segalanya. Hamba adalah orang yang lemah dan tidak berdaya dimuka bumi ini melainkan dengan kekuasaan-Mu.

Nabi Sulaiman dan Semut

 Salah satu mukjizat Alloh yang diberikan kepada Nabi Sulaiman yaitu dapat berkomunikasi dengan binatang. Pada suatu hari, rombongan Nabi Sulaiman akan menuju lembah Asgalan. Rombongan tersebut diantaranya Nabi Sulaiman dan para umatnya, malaikat, jin dan binatang-binatang.
Di pertengahan jalan, Nabi Sulaiman memerintahkan rombongannya untuk berhenti. Nabi Sulaiman berkata,”Berhentilah sejenak, kita memberi waktu kepada makhluk Alloh untuk berlindung diri.” Umat bertanya,”Wahai Nabiyulloh, mengapa kita tiba-tiba berhenti di pertengahan jalan?.”
Kemudian Nabi Sulaiman menjawab, “Di depan ada lembah semut, yang mana didalamnya terdapat jutaan semut, maka aku akan memberi tahu mereka untuk berlindung agar tidak terinjak oleh rombongan kita.”
Nabi Sulaiman mendengar dan berdialog kepada raja semut dari jarak yang sangat jauh. Nabi Sulaiman meminta kepada raja semut agar semua pasukan semut tersebut berlindung diri. Mendengar perkataan Nabi Sulaiman, maka raja semut menyeru kepada seluruh pasukannya untuk berlindung.
Setelah semua semut berlindung, kemudian perjalanan rombongan Nabi Sulaiman kembali dilanjutkan. Raja semut memberi pujian kepada Nabi Sulaiman, karena sarang yang digunakan tempat tinggal oleh semut tidak rusak sama sekali. Sungguh Dialah raja diatas segala raja.

Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis


Nabi Sulaiman adalah seorang raja yang sholeh. Beliau sangat berwibawa dan di beri mukjizat untuk dapat memahami bahasa binatang dan menundukkan jin, sehingga sangat disegani oleh para kaumnya.
Pada suatu hari Nabi Sulaiman mengundang semua bala tentaranya yang terdiri dari manusia, jin dan semua binatang. Semua macam binatang menghadiri undangan tersebut, setelah di periksa ternyata ada satu jenis binatang yang tidak memenuhi undangan Nabi Sulaiman, yaitu burung hud-hud.
Burung hud-hud adalah mata-mata Nabi Sulaiman yang bertugas untuk mencari semua informasi tentang kejadian-kejadian yang harus di ketahui Nabi Sulaiman.
Nabi Sulaiman sedikit jengkel akan ketidak hadiran burung hud-hud dan bertanya,”Dimana keberadaan burung hud-hud, mengapa belum hadir juga, padahal ada tugas baru yang harus dikerjakan, yakni mencari sumber mata air baru.” Semua terdiam tak ada yang berani menjawab.
Setelah Nabi Sulaiman berhenti berbicara, maka datanglah burung hud-hud dengan nafas yang tersengal-sengal, nampaknya habis terbang dengan kencang.
Burung hud-hud menghampiri Nabi Sulaiman dan berkata,”Mohon ampun baginda raja, aku baru saja mengadakan perjalanan panjang dan aku menemukan sebuah negri dimana negri tersebut sangat subur, akan tetapi ratu dan rakyatnya menyembah matahari.”
Mendengar cerita burung hud-hud, Nabi Sulaiman kurang percaya. Untuk menyatakan kebenaran tersebut Nabi Sulaiman memerintahkan kepada burung hud-hud untuk mengirimkan surat kepada ratu di negri tersebut. Negri itu bernama negri Saba yang dipimpin oleh ratu Balqis.
Kemudian burung hud-hud kembali ke negri Saba untuk menyampaikan surat. Surat tersebut sengaja dijatuhkan tepat mengenai kepala Balqis yang sedang tidur.
Ratu Balqis terbangun dan membaca surat tersebut. Bunyi dari surat tersebut adalah Surat ini dari Sulaiman dan sesungguhnya suratnya berbunyi, “Dengan nama Alloh yang maha pemurah lagi maha penyayang.
 Janganlah kalian sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang yang berserah diri.” (QS. An-Naml: 30-31). Begitulah pembukaan dari surat tersebut.
Dalam surat tersebut Nabi Sulaiman juga mengajak agar tidak menyembah matahari dan berserah diri kepada Alloh. Kemudian Ratu Balqis mengadakan perkumpulan dengan para mentrinya untuk membahas masalah ungkapan Nabi Sulaiman tersebut.
Hasil perkumpulan tersebut akhirnya Ratu Balqis bersepakat untuk menyiapkan panglima pilihan untuk mengawalnya ke kerajaan Nabi Sulaiman. Mendengar kabar tersebut burung hud-hud kembali ke Nabi Sulaiman dan menceritakan bahwa akan datang panglima perang dan Ratu Balqis ke kerajaan.
Mendengar cerita burung hud-hud, maka Nabi Sulaiman mengutus kepada para prajuritnya dari semua golongan baik dari manusia, jin maupun binatang. Nabi Sulaiman mengutus untuk memindahkan kerajaan Balqis ke hadapan Nabi Sulaiman.
Akhirnya para jin memindahkan kerajaan Balqis tepat di hadapan Nabi Sulaiman ketika itu juga. Nabi Sulaiman pun bersujud atas kekuasaan Alloh.
Setibanya Ratu balqis di kerajaan Nabi Sulaiman, Balqispun terkagum-kagum akan kemegahan dan keindahan istana Sulaiman. Kemudian Nabi Sulaiman mengajak Ratu Balqis untuk mengelilingi istana. Pada waktu itulah Nabi Sulaiman mengajak Ratu Balqis dan para pengikutnya untuk beriman kepada Alloh.
Ratu Balqis seketika membaca Syahadat dan memeluk agama islam beserta pengikutnya. Untuk menyempurnakan keimanan, Ratu Balqis akhirnya dinikahi oleh Nabi Sulaiman dan kerajaannya disatukan antara Kerajaan Saba dan Kerajaan Sulaiman.

Nabi Sulaiman dan Malaikat Maut


Pada suatu hari, Nabi Sulaiman mengadakan jamuan makan kepada para tamu kenegaraan. Di tengah-tengah riuhnya makan malam, datanglah seorang pemuda yang tak dikenal secara tiba-tiba. Pemuda tersebut memandangi semua tamu satu persatu dengan tatapan yang tajam dan menggetarkan hati bagi yang dipandanginya.
Setelah memandangi satu persatu, pandangan pemuda tersebut berakhir kepada si fulan dengan lama, si fulan pun bergetar dan merinding. Kemudian pemuda misterius tersebut pergi entah kemana. Tak ada seorangpun yang mengetahui arah kepergiannya.
Setelah suasana tenang, maka si fulan menanyakan hal tersebut kepada Nabi Sulaiman,”Waha Nabi Sulaiman siapakah pemuda tersebut?” Nabi Sulaiman menjawab,”Pemuda itu adalah malaikat maut yang akan mencabut nyawa salah seorang yang ada di sini.”
Kemudian si fulan mengira bahwa yang akan dicabut nyawanya adalah dia. Si fulan memohon kepada Nabi Sulaiman agar memindahkan dirinya dari tempat jamuan tersebut. Nabi Sulaiman mengutus kepada angin untuk memindahkan si fulan ke negri india.
Setelah kepergian si fulan dari tempat tersebut, pemuda datang ke tempat jamuan dan menanyakan kepada Nabi Sulaiman, “Kemana perginya si fulan?” Nabi Sulaiman menceritakan yang sebenarnya dan memberi tahu bahwa si fulan berada di india bersamaan dengan hembusan angin kencang.
Kemudian Nabi Sulaiman bertanya kepada malaikat maut yang menjelma sebagai pemuda tersebut, “Ada apa dengan si fulan?”. Pemuda tersebut menjawabnya, “Sesungguhnya Alloh telah menggariskan kematian si fulan saat ini juga di India.” Maka pemuda tersebut segera menjalankan perintah Alloh untuk mencabut nyawa si fulan di India.

Nabi Sulaiman Wafat

 Suatu ketika Nabi Sulaiman memantau para jin yang sedang bekerja. Ia terus memantau para jin dalam bekerja. Jin-jin yang bekerja pun tidak berani menolehkan pandangannya ke arah Nabi Sulaiman. Saat itu malaikat maut menghampiri Nabi Sulaiman dan mencabut nyawanya.
Nabi Sulaiman wafat dalam keadan berdiri disangga oleh tongkatnya sehingga para jin yang bekerja tidak mengetahui bahwa Nabi Sulaiman telah wafat.
Alloh memerintahkan kepada rayap agar memakan tongkat Nabi Sulaiman. Setelah berhari-hari tongkat Sulaiman habis dimakan rayap, kemudian Nabi Sulaiman tersungkur ke tanah. Para jin yang bekerja menghentikan pekerjaannya dan menghampiri Nabi Sulaiman.
Kematian Nabi Sulaiman banyak tanda-tanda keajaiban. Hal ini karena kekuasaan Alloh. Dalam kejadian tersebut menandakan bahwa makhluk ghoib tidak mengetahui hal yang ghoib. Yang mengetahui hanyalah Alloh.
Demikianlah kisah perjalanan hidup Nabi Sulaiman yang dilimpahkan nikmat yang banyak, akan tetapi tetap taat kepada Alloh. Banyak kejadian-kejadian yang dapat dijadikan pelajaran ketika meninggalnya Nabi Sulaiman. Hal ini terdapat dalam surat Saba’ ayat 14.


Selasa, 29 Agustus 2017

KISAH NABI KHIDIR AS

KISAH NABI KHIDIR AS
Salah satu kisah Al-Qur'an yang sangat mengagumkan dan dipenuhi dengan misteri adalah, kisah seseorang hamba yang Allah SWT memberinya rahmat dari sisi-Nya dan mengajarinya ilmu. Kisah tersebut terdapat dalam surah al-Kahfi di mana ayat-ayatnya dimulai
dengan cerita Nabi Musa, yaitu:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: 'Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan-jalan sampai bertahun-tahun." (QS. al-Kahfi: 60)
Kalimat yang samar menunjukkan bahwa Musa telah bertekad untuk meneruskan perjalanan selama waktu yang cukup lama kecuali jika beliau mampu mencapai majma' al-Bahrain(pertemuan dua buah lautan). Di sana terdapat suatu perjanjian penting yang dinanti-nanti oleh Musa ketika beliau sampai di majma' al-Bahrain. Anda dapat merenungkan betapa tempat itu sangat misterius dan samar. Para musafir telah merasakan keletihan dalam waktu yang lama untuk mengetahui hakikat tempat ini. Ada yang mengatakan bahwa tempat itu adalah laut Persia dan Romawi. Ada yang mengatakan lagi bahwa itu adalah laut Jordania atau Kulzum. Ada yang mengatakan juga bahwa itu berada di Thanjah. Ada yang berpendapat, itu terletak di Afrika. Ada lagi yang mengatakan bahwa itu adalah laut Andalus. Tetapi mereka tidak dapat menunjukkan bukti yang kuat dari tempat-tempat itu.
Seandainya tempat itu harus disebutkan niscaya Allah SWT akan rnenyebutkannya. Namun Al-Qur'an al-Karim sengaja menyembunyikan tempat itu, sebagaimana Al-Qur'an tidak menyebutkan kapan itu terjadi. Begitu juga, Al-Qur'an tidak menyebutkan nama-nama orang-orang yang terdapat dalam kisah itu karena adanya hikmah yang tinggi yang kita tidak mengetahuinya. Kisah tersebut berhubungan dengan suatu ilmu yang tidak kita miliki, karena biasanya ilmu yang kita kuasai berkaitan dengan sebab-sebab tertentu. Dan tidak juga ia berkaitan dengan ilmu para nabi karena biasanya ilmu para nabi berdasarkan wahyu. Kita sekarang berhadapan dengan suatu ilmu dari suatu hakikat yang samar; ilmu yang berkaitan dengan takdir yang sangat tinggi; ilmu yang dipenuhi dengan rangkaian tabir yang tebal.
Di samping itu, tempat pertemuan dan waktunya antara hamba yang mulia ini dan Musa juga tidak kita ketahui. Demikianlah kisah itu terjadi tanpa memberitahumu kapan terjadi dan di tempat mana. Al-Qur'an sengaja menyembunyikan hal itu, bahkan Al-Qur'an sengaja menyembunyikan pahlawan dari kisah ini. Allah SWT mengisyaratkan hal tersebut dalam firman-Nya:
"Seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." (QS. al-Kahfi: 65)
Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan siapa nama hamba yang dimaksud, yaitu seorang hamba yang dicari oleh Musa agar ia dapat belajar darinya. Nabi Musa adalah seseorang yang diajak bebicara langsung oleh Allah SWT dan ia salah seorang ulul azmi dari para rasul. Beliau adalah pemilik mukjizat tongkat dan tangan yang bercahaya dan seorang Nabi yang Taurat diturunkan kepadanya tanpa melalui perantara. Namun dalam kisah ini, beliau menjadi seorang pencari ilmu yang sederhana yang harus belajar kepada gurunya dan menahan penderitaan di tengah-tengah belajarnya itu. Lalu, siapakah gurunya atau pengajarnya? Pengajarnya adalah seorang hamba yang tidak disebutkan namanya dalam Al-Qur'an meskipun dalam hadis yang suci disebutkan bahwa ia adalah Khidir as.
Musa berjalan bersama hamba yang menerima ilmunya dari Allah SWT tanpa sebab-sebab penerimaan ilmu yang biasa kita ketahui. Mula-mula Khidir menolak ditemani oleh Musa. Khidir memberitahu Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Akhirnya, Khidir mau ditemani oleh Musa tapi dengan syarat, hendaklah ia tidak bertanya tentang apa yang dilakukan Khidir sehingga Khidir menceritakan kepadanya. Khidir merupakan simbol ketenangan dan diam; ia tidak berbicara dan gerak-geriknya menimbulkan kegelisahan dan kebingungan dalam diri Musa. Sebagian tindakan yang dilakukan oleh Khidir jelas-jelas dianggap sebagai kejahatan di mata Musa; sebagian tindakan Khidir yang lain dianggap Musa sebagai hal yang tidak memiliki arti apa pun; dan tindakan yang lain justru membuat Musa bingung dan membuatnya menentang. Meskipun Musa memiliki ilmu yang tinggi dan kedudukan yang luar biasa namun beliau mendapati dirinya dalam keadaan kebingungan melihat perilaku hamba yang mendapatkan karunia ilmunya dari sisi Allah SWT.
Ilmu Musa yang berlandaskan syariat menjadi bingung ketika menghadapi ilmu hamba ini yang berlandaskan hakikat. Syariat merupakan bagian dari hakikat. Terkadang hakikat menjadi hal yang sangat samar sehingga para nabi pun sulit memahaminya. Awan tebal yang menyelimuti kisah ini dalam Al-Qur'an telah menurunkan hujan lebat yang darinya mazhab-mazhab sufi di dalam Islam menjadi segar dan tumbuh. Bahkan terdapat keyakinan yang menyatakan adanya hamba-hamba Allah SWT yang bukan termasuk nabi dan syuhada namun para nabi dan para syuhada "cemburu" dengan ilmu mereka. Keyakinan demikian ini timbul karena pengaruh kisah ini.
Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan Khidir. Sebagian mereka mengatakan bahwa ia seorang wali dari wali-wali Allah SWT. Sebagian lagi mengatakan bahwa ia seorang nabi. Terdapat banyak cerita bohong tentang kehidupan Khidir dan bagaimana keadaannya. Ada yang mengatakan bahwa ia akan hidup sampai hari kiamat. Yang jelas, kisah Khidir tidak dapat dijabarkan melalui nas-nas atau hadis-hadis yang dapat dipegang (otentik). Tetapi kami sendiri berpendapat bahwa beliau meninggal sebagaimana meninggalnya hamba-hamba Allah SWT yang lain. Sekarang, kita tinggal membahas kewaliannya dan kenabiannya. Tentu termasuk problem yang sangat rumit atau membingungkan. Kami akan menyampaikan kisahnya dari awal sebagaimana yang dikemukakan dalam Al-Qur'an.
Nabi Musa as berbicara di tengah-tengah Bani Israil. Ia mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT dan menceritakan kepada mereka tentang kebenaran. Pembicaraan Nabi Musa sangat komprehensif dan tepat. Setelah beliau menyampaikan pembicaraannya, salah seorang Bani Israil bertanya: "Apakah ada di muka bumi seseorang yang lebih alim darimu wahai Nabi Allah?" Dengan nada emosi, Musa menjawab: "Tidak ada."
Allah SWT tidak setuju dengan jawaban Musa. Lalu Allah SWT mengutus Jibril untuk bertanya kepadanya: "Wahai Musa, tidakkah engkau mengetahui di mana Allah SWT meletakkan ilmu-Nya?" Musa mengetahui bahwa ia terburu-buru mengambil suatu keputusan. Jibril kembali berkata kepadanya: "Sesungguhnya Allah SWT mempunyai seorang hamba yang berada di majma' al-Bahrain yang ia lebih alim daripada kamu." Jiwa Nabi Musa yang mulia rindu untuk menambah ilmu, lalu timbullah keinginan dalam dirinya untuk pergi dan menemui hamba yang alim ini. Musa bertanya bagaimana ia dapat menemui orang alim itu. Kemudian ia mendapatkan perintah untuk pergi dan membawa ikan di keranjang. Ketika ikan itu hidup dan melompat ke lautan maka di tempat itulah Musa akan menemui hamba yang alim.
Akhirnya, Musa pergi guna mencari ilmu dan beliau ditemani oleh seorang pembantunya yang masih muda. Pemuda itu membawa ikan di keranjang. Kemudian mereka berdua pergi untuk mencari hamba yang alim dan saleh. Tempat yang mereka cari adalah tempat yang sangat samar dan masalah ini berkaitan dengan hidupnya ikan di keranjang dan kemudian ikan itu akan melompat ke laut. Namun Musa berkeinginan kuat untuk menemukan hamba yang alim ini walaupun beliau harus berjalan sangat jauh dan menempuh waktu yang lama.
Musa berkata kepada pembantunya: "Aku tidak memberimu tugas apa pun kecuali engkau memberitahuku di mana ikan itu akan berpisah denganmu." Pemuda atau pembantunya berkata: "Sungguh engkau hanya memberi aku tugas yang tidak terlalu berat." Kedua orang itu sampai di suatu batu di sisi laut. Musa tidak kuat lagi menahan rasa kantuk sedangkan pembantunya masih bergadang. Angin bergerak ke tepi lautan sehingga ikan itu bergerak dan hidup lalu melompat ke laut. Melompatnya ikan itu ke laut sebagai tanda yang diberitahukan Allah SWT kepada Musa tentang tempat pertamuannya dengan seseorang yang bijaksana yang mana Musa datang untuk belajar kepadanya. Musa bangkit dari tidurnya dan tidak mengetahui bahwa ikan yang dibawanya telah melompat ke laut sedangkan pembantunya lupa untuk menceritakan peristiwa yang terjadi. Lalu Musa bersama pemuda itu melanjutkan perjalanan dan mereka lupa terhadap ikan yang dibawanya. Kemudian Musa ingat pada makanannya dan ia telah merasakan keletihan. Ia berkata kepada pembantunya: "Coba bawalah kepada kami makanan siang kami, sungguh kami telah merasakan keletihan akibat dari perjalanan ini."
Pembantunya mulai ingat tentang apa yang terjadi. Ia pun mengingat bagaimana ikan itu melompat ke lautan. Ia segera menceritakan hal itu kepada Nabi Musa. Ia meminta maaf kepada Nabi Musa karena lupa menceritakan hal itu. Setan telah melupakannya. Keanehan apa pun yang menyertai peristiwa itu, yang jelas ikan itu memang benar-benar berjalan dan bergerak di lautan dengan suatu cara yang mengagumkan. Nabi Musa merasa gembira melihat ikan itu hidup kembali di lautan dan ia berkata: "Demikianlah yang kita inginkan." Melompatnya ikan itu ke lautan adalah sebagai tanda bahwa di tempat itulah mereka akan bertemu dengan seseorang lelaki yang alim. Nabi Musa dan pembantunya kembali dan menelusuri tempat yang dilaluinya sampai ke tempat yang di situ ikan yang dibawanya bergerak dan menuju ke lautan.
Perhatikanlah permulaan kisah: bagaimana Anda berhadapan dengan suatu kesamaran dan tabir yang tebal di mana ketika Anda menjumpai suatu tabir di depan Anda terpampang maka sebelum tabir itu tersingkap Anda harus berhadapan dengan tabir-tabir yang lain. Akhirnya, Musa sampai di tempat di mana ikan itu melompat. Mereka berdua sampai di batu di mana keduanya tidur di dekat situ, lalu ikan yang mereka bawa keluar menuju laut. Di sanalah mereka mendapatkan seorang lelaki. Kami tidak mengetahui namanya, dan bagaimana bentuknya, dan bagaimana bajunya; kami pun tidak mengetahui usianya. Yang kita ketahui hanyalah gambaran dalam yang dijelaskan oleh Al-Qur'an: "Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahrnat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. "
Inilah aspek yang penting dalam kisah itu. Kisah itu terfokus pada sesuatu yang ada di dalam jiwa, bukan tertuju pada hal-hal yang bersifat fisik atau lahiriah. Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala mereka berjalan sampai ke pertemuan dua buah laut itu, maka mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: 'Bawalah ke rnari makanan kita; sesungguhnya kita merasa letih karena perjalanan hita ini.' Muridnya menjawab: 'Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.' Musa berkata: 'Itulah (tempat) yang kita cari; lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. " (QS. al-Kahfi: 61-65)
Bukhari mengatakan bahwa Musa dan pembantunya menemukan Khidir di atas sajadah hijau di tengah-tengah lautan. Ketika Musa melihatnya, ia menyampaikan salam kepadanya. Khidir berkata: "Apakah di bumimu ada salam? Siapa kamu?" Musa menjawab: "Aku adalah Musa." Khidir berkata: "Bukankah engkau Musa dari Bani Israil. Bagimu salam wahai Nabi dari Bani Israil." Musa berkata: "Dari mana kamu mengenal saya?" Khidir menjawab: "Sesungguhnya yang mengenalkan kamu kepadaku adalah juga yang memberitahu aku siapa kamu. Lalu, apa yang engkau inginkan wahai Musa?" Musa berkata dengan penuh kelembutan dan kesopanan: "Apakah aku dapat mengikutimu agar engkau dapat mengajariku sesuatu yang engkau telah memperoleh karunia dari-Nya." Khidir berkata: "Tidakkah cukup di tanganmu Taurat dan bukankah engkau telah mendapatkan wahyu. Sungguh wahai Musa, jika engkau ingin mengikutiku engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku."
Kita ingin memperhatikan sejenak perbedaan antara pertanyaan Musa yang penuh dengan kesopanan dan kelembutan dan jawaban Khidir yang tegas di mana ia memberitahu Musa bahwa ilmunya tidak harus diketahui oleh Musa, sebagaimana ilmu Musa tidak diketahui oleh Khidir. Para ahli tafsir mengemukakan bahwa Khidir berkata kepada Musa: "Ilmuku tidak akan engkau ketahui dan engkau tidak akan mampu sabar untuk menanggung derita dalam memperoleh ilmu itu. Aspek-aspek lahiriah yang engkau kuasai tidak dapat menjadi landasan dan ukuran untuk menilai ilmuku. Barangklali engkau akan melihat dalam tindakan-tindakanku yang tidak engkau pahami sebab-sebabnya. Oleh karena itu, wahai Musa, engkau tidak akan mampu bersabar ketika ingin mendapatkan ilmuku." Musa mendapatkan suatu pernyataan yang tegas dari Khidir namun beliau kembali mengharapnya untuk mengizinkannya menyertainya untuk belajar darinya. Musa berkata kepadanya bahwa insya Allah ia akan mendapatinya sebagai orang yang sabar dan tidak akan menentang sedikit pun.
Perhatikanlah bagaimana Musa, seorang Nabi yang berdialog dengan Allah SWT, merendah di hadapan hamba ini dan ia menegaskan bahwa ia tidak akan menentang perintahnya. Hamba Allah SWT yang namanya tidak disebutkan dalam Al-Qur'an menyatakan bahwa di sana terdapat syarat yang harus dipenuhi Musa jika ia bersikeras ingin menyertainya dan belajar darinya. Musa bertanya tentang syarat ini, lalu hamba yang saleh ini menentukan agar Musa tidak bertanya sesuatu pun sehingga pada saatnya nanti ia akan mengetahuinya atau hamba yang saleh itu akan memberitahunya. Musa sepakat atas syarat tersebut dan kemudian mereka pun pergi. Perhatikanlah firman Allah SWT dalam surah al-Kahfi:
"Musa berkata kepadanya: 'Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu ?' Dia menjawab: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?' Musa berkata: 'Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.' Dia berkata: 'Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.'" (QS. al-Kahfi: 66-70)
Musa pergi bersama Khidir. Mereka berjalan di tepi laut. Kemudian terdapat perahu yang berlayar lalu mereka berbicara dengan orang-orang yang ada di sana agar mau mengangkut mereka. Para pemilik perahu mengenal Khidir. Lalu mereka pun membawanya beserta Musa, tanpa meminta upah sedikit pun kepadanya. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada Khidir. Namun Musa dibuat terkejut ketika perahu itu berlabuh dan ditinggalkan oleh para pemiliknya, Khidir melobangi perahu itu. Ia mencabut papan demi papan dari perahu itu, lalu ia melemparkannya ke laut sehingga papan-papan itu dibawa ombak ke tempat yang jauh.
Musa menyertai Khidir dan melihat tindakannya dan kemudian ia berpikir. Musa berkata kepada dirinya sendiri: "Apa yang aku lakukan di sini, mengapa aku berada di tempat ini dan menemani laki-laki ini? Mengapa aku tidak tinggal bersama Bani Israil dan membacakan Kitab Allah SWT sehingga mereka taat kepadaku? Sungguh Para pemilik perahu ini telah mengangkut kami tanpa meminta upah. Mereka pun memuliakan kami tetapi guruku justru merusak perahu itu dan melobanginya." Tindakan Khidir di mata Musa adalah tindakan yang tercela. Kemudian bangkitlah emosi Musa sebagai bentuk kecemburuannya kepada kebenaran. Ia terdorong untuk bertanya kepada gurunya dan ia lupa tentang syarat yang telah diajukannya, agar ia tidak bertanya apa pun yang terjadi. Musa berkata: "Apakah engkau melobanginya agar para penumpangnya tenggelam? Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang tercela." Mendengar pertanyaan lugas Musa, hamba Allah SWT itu menoleh kepadanya dan menunjukkan bahwa usaha Musa untuk belajar darinya menjadi sia-sia karena Musa tidak mampu lagi bersabar. Musa meminta maaf kepada Khidir karena ia lupa dan mengharap kepadanya agar tidak menghukumnya.
Kemudian mereka berdua berjalan melewati suatu kebun yang dijadikan tempat bermain oleh anak-anak kecil. Ketika anak-anak kecil itu sudah letih bermain, salah seorang mereka tampak bersandar di suatu pohon dan rasa kantuk telah menguasainya. Tiba-tiba, Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba Allah SWT ini membunuh anak kacil itu. Musa dengan lantang bertanya kepadanya tentang kejahatan yang baru saja dilakukannya, yaitu membunuh anak laki-laki yang tidak berdosa. Hamba Allah SWT itu kembali mengingatkan Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Musa meminta maaf kepadanya karena lagi-lagi ia lupa. Musa berjanji tidak akan bertanya lagi. Musa berkata ini adalah kesempatan terakhirku untuk menemanimu. Mereka pun pergi dan meneruskan perjalanan. Mereka memasuki suatu desa yang sangat bakhil. Musa tidak mengetahui mengapa mereka berdua pergi ke desa itu dan mengapa tinggal dan bermalam di sana. Makanan yang mereka bawa habis, lalu mereka meminta makanan kepada penduduk desa itu, tetapi penduduk itu tidak mau memberi dan tidak mau menjamu mereka.
Kemudian datanglah waktu sore. Kedua orang itu ingin beristirahat di sebelah dinding yang hampir roboh. Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba itu berusaha membangun dinding yang nyaris roboh itu. Bahkan ia menghabiskan waktu malam untuk memperbaiki dinding itu dan membangunnya seperti baru. Musa sangat heran melihat tindakan gurunya. Bagi Musa, desa yang bakhil itu seharusnya tidak layak untuk mendapatkan pekerjaan yang gratis ini. Musa berkata: "Seandainya engkau mau, engkau bisa mendapat upah atas pembangunan tembok itu." Mendengar perkataan Musa itu, hamba Allah SWT itu berkata kepadanya: "Ini adalah batas perpisahan antara dirimu dan diriku." Hamba Allah SWT itu mengingatkan Musa tentang pertanyaan yang seharusnya tidak dilontarkan dan ia mengingatkannya bahwa pertanyaan yang ketiga adalah akhir dari pertemuan.
Kemudian hamba Allah SWT itu menceritakan kepada Musa dan membongkar kesamaran dan kebingungan yang dihadapi Musa. Setiap tindakan hamba yang saleh itu—yang membuat Musa bingung—bukanlah hasil dari rekayasanya atau dari inisiatifnya sendiri, ia hanya sekadar menjadi jembatan yang digerakkan oleh kehendak Yang Maha Tingi di mana kehendak yang tinggi ini menyiratkan suatu hikmah yang tersembunyi. Tindakan-tindakan yang secara lahiriah tampak keras namun pada hakikatnya justru menyembunyikan rahmat dan kasih sayang. Demikianlah bahwa aspek lahiriah bertentangan dengan aspek batiniah. Hal inilah yang tidak diketahui oleh Musa. Meskipun Musa memiliki ilmu yang sangat luas tetapi ilmunya tidak sebanding dengan hamba ini. Ilmu Musa laksana setetes air dibandingkan dengan ilmu hamba itu, sedangkan hamba Allah SWT itu hanya memperoleh ilmu dari Allah SWT sedikit, sebesar air yang terdapat pada paruh burung yang mengambil dari lautan. Allah SWT berfirman:
"Maka berjalanlah heduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melobanginya. Musa berkata: 'Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya hamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.' Dia (Khidir) berkata: 'Bukankah aku telah berkata: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.' Musa berkata: 'Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.' Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata: 'Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih itu, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar.' Khidir berkata: 'Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku?' Musa berkata: 'Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah engkau memperbolehkan aku menyertairnu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku.' Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: 'Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.' Khidir berkata: 'Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan kami khawatir bahwa dia ahan mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereha mengganti bagi mereka dengan anak yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam dari hasih sayangnya (kepada ibu dan bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya seseorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakuhannya itu menurut kemauanku sendvri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.'" (QS. al-Kahfi: 71-82)
Hamba saleh itu menyingkapkan dua hal pada Musa: ia memberitahunya bahwa ilmunya, yakni ilmu Musa sangat terbatas, kemudian ia memberitahunya bahwa banyak dari musibah yang terjadi di bumi justru di balik itu terdapat rahmat yang besar. Pemilik perahu itu akan menganggap bahwa usaha melobangi perahu mereka merupakan suatu bencana bagi mereka tetapi sebenarnya di balik itu terdapat kenikmatan, yaitu kenikmatan yang tidak dapat diketahui kecuali setelah terjadinya peperangan di mana raja akan memerintahkan untuk merampas perahu-perahu yang ada. Lalu raja itu akan membiarkan perahu-perahu yang rusak. Dengan demikian, sumber rezeki keluarga-keluarga mereka akan tetap terjaga dan mereka tidak akan mati kelaparan. Demikian juga orang tua anak kecil yang terbunuh itu akan menganggap bahwa terbunuhnya anak kecil itu sebagai musibah, namun kematiannya justru membawa rahmat yang besar bagi mereka karena Allah SWT akan memberi mereka—sebagai ganti darinya—anak yang baik yang dapat menjaga mereka dan melindungi mereka pada saat mereka menginjak masa tua dan mereka tidak akan menampakkan kelaliman dan kekufuran seperti anak yang terbunuh. Demikianlah bahwa nikmat terkadang membawa sesuatu bencana dan sebaliknya, suatu bencana terkadang membawa nikmat. Banyak hal yang lahirnya baik temyata justru di balik itu terdapat keburukan.
Mula-mula Nabi Allah SWT Musa menentang dan mempersoalkan tindakan hamba Allah SWT tersebut, kemudian ia menjadi mengerti ketika hamba Allah SWT itu menyingkapkan kepadanya maksud dari tindakannya dan rahmat Allah SWT yang besar yang tersembunyi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Selanjutnya, Musa kembali menemui pembatunya dan menemaninya untuk kembali ke Bani Israil. Sekarang, Musa mendapatkan keyakinan yang luar biasa. Musa telah belajar dari mereka dua hal: yaitu ia tidak merasa bangga dengan ilmunya dalam syariat karena di sana terdapat ilmu hakikat, dan ia tidak mempersoalkan musibah-musibah yang dialami oleh manusia karena di balik itu terdapat rahmat Allah SWT yang tersembunyi yang berupa kelembutan-Nya dan kasih sayang-Nya. Itulah pelajaran yang diperoleh Nabi Musa as dari hamba ini. Nabi Musa mengetahui bahwa ia berhadapan dengan lautan ilmu yang baru di mana ia bukanlah lautan syariat yang diminum oleh para nabi. Kita berhadapan dengan lautan hakikat, di hadapan ilmu takdir yang tertinggi; ilmu yang tidak dapat kita jangkau dengan akal kita sebagai manusia biasa atau dapat kita cerna dengan logika biasa. Ini bukanlah ilmu eksperimental yang kita ketahui atau yang biasa terjadi di atas bumi, dan ia pun bukan ilmu para nabi yang Allah SWT wahyukan kepada mereka.
Kita sekarang sedang membahas ilmu yang baru. Lalu siapakah pemilik ilmu ini? Apakah ia seorang wali atau seorang nabi? Mayoritas kaum sufi berpendapat bahwa hamba Allah SWT ini dari wali-wali Allah SWT. Allah SWT telah memberinya sebagian ilmu laduni kepadanya tanpa sebab-sebab tertentu. Sebagian ulama berpendapat bahwa hamba saleh ini adalah seorang nabi. Untuk mendukung pernyataannya ulama-ulama tersebut menyampaikan beberapa argumentasi melalui ayat Al-Qur'an yang menunjukkan kenabiannya.
Pertama, firman-Nya:
"Lalu mereka bertemu dengan searang hamba di antara hamba-ham-ba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."
Kedua, perkataan Musa kepadanya:
"Musa berkata kepadanya: 'Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?' Dia menjawab: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu ?' Musa berkata: 'lnsya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orangyang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.' Dia berkata: 'Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu rmnanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu,'" (QS. al-Kahfi: 66-70)
Seandainya ia seorang wali dan bukan seorang nabi maka Musa tidak akan berdiaog atau berbicara dengannya dengan cara yang demikian dan ia tidak akan menjawab kepada Musa dengan jawaban yang demikian. Bila ia bukan seorang nabi maka berarti ia tidak maksum sehingga Musa tidak harus memperoleh ilmu dari seseorang wali yang tidak maksum.
Ketiga, Khidir menunjukkan keberaniannya untuk membunuh anak kecil itu melalui wahyu dari Allah SWT dan perintah dari-Nya. Ini adalah dalil tersendiri yang menunjukkan kenabiannya dan bukti kuat yang menunjukkan kemaksumannya. Sebab, seorang wali tidak boleh membunuh jiwa yang tidak berdosa dengan hanya berdasarkan kepada keyakinannya dan hatinya. Boleh jadi apa yang terlintas dalam hatinya tidak selalu maksum karena terkadang ia membuat kesalahan. Jadi, keberanian Khidir untuk membunuh anak kacil itu sebagai bukti kenabiannya.
Keempat, perkataan Khidir kepada Musa:
"Sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. " (QS. al-Kahfi: 82)
Yakni, apa yang aku lakukan bukan dari doronganku sendiri namun ia merupakan perintah dari Allah SWT dan wahyu dari-Nya. Demikianlah pendapat para ulama dan para ahli zuhud. Para ulama berpendapat bahwa Khidir adalah seorang Nabi sedangkan para ahli zuhud dan para tokoh sufi berpendapat bahwa Khidir adalah seorang wali dari wali-wali Allah SWT.
Salah satu pernyataan Kliidir yang sering dikemukakan oleh tokoh sufi adalah perkataan Wahab bin Munabeh, Khidir berkata: "Wahai Musa, manusia akan disiksa di dunia sesuai dengan kadar kecintaan mereka atau kecenderungan mereka terhadapnya (dunia)." Sedangkan Bisyir bin Harits al-Hafi berkata: "Musa berkata kepada Khidir: "Berilah aku nasihat." Khidir menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT memudahkan kamu untuk taat kepada-Nya." Para ulama dan para ahli zuhud berselisih pendapat tentang Khidir dan setiap mereka mengklaim kebenaran pendapatnya. Perbedaan pendapat ini berujung pangkal kepada anggapan para ulama bahwa mereka adalah sebagai pewaris para nabi, sedangkan kaum sufi menganggap diri mereka sebagai ahli hakikat yang mana salah satu tokoh terkemuka dari ahli hakikat itu adalah Khidir. Kami sendiri cenderung untuk menganggap Khidir sebagai seorang nabi karena beliau menerima ilmu laduni.Yang jelas, kita tidak mendapati nas yang jelas dalam konteks Al-Qur'an yang menunjukkan kenabiannya dan kita juga tidak menemukan nas yang gamblang yang dapat kita jadikan sandaran untuk menganggapnya sebagai seorang wali yang diberi oleh Allah SWT sebagian ilmu laduni.
Barangkali kesamaran seputar pribadi yang mulia ini memang disengaja agar orang yang mengikuti kisah tersebut mendapatkan tujuan utama dari inti cerita. Hendaklah kita berada di batas yang benar dan tidak terlalu jauh mempersoalkan kenabiannya atau kewaliannya. Yang jelas, ketika kami memasukkannya dalam jajaran para nabi karena ia adalah seorang guru dari Musa dan seorang ustadz baginya untuk beberapa waktu.