Minggu, 26 November 2017

Para Penyair di Masa Rasulallah

Para Penyair di Masa Rasulallah

Ibarat sekeping uang logam, karya sastra mempunyai dua sisi yang berlainan. Dalam khazanah Islam, karya sastra menjadi salah satu perangkat dakwah dan jihad. Namun di sisi lain, ia justru seringkali dipakai oleh musuh-musuh Allah dalam menyerang dan menghujat ajaran Islam. Akibat ulah mereka, tak sedikit kaum muslimin yang masih labil imannya lalu berpaling dari ajaran Islam.

Pada masa Rasulullah, tercatat beberapa nama sahabat sebagai penyair hebat yang kesohor. Para sahabat tersebut tak hanya menikmati untaian syair-syair indah buatan mereka, tapi juga memanfaatkannya untuk membela Rasulullah serta mengobarkan semangat kaum muslimin dalam berjihad. Berikut beberapa nama diantara sahabat penyair tersebut;

1. Ka’ab bin Zuhair
Bernama lengkap Ka'ab bin Zuhair bin Abi Sulma al-Mazni. Ia berasal dari keluarga penyair terkenal dari suku Muzainah. Sebuah keistimewaan tersendiri bagi keluarga Ka’ab. Sebab mulai dari sang kakek, bapak, paman, hingga saudara-saudara lainnya, mereka semua adalah penyair kesohor di zamannya masing-masing.. Ka’ab termasuk kelompok penyair “Mukhadram” yaitu seorang penyair yang hidup di dua era berbeda. Masa Jahiliyah dan masa Islam usai ia memeluk ajaran agama Islam.

Layaknya penyair Jahiliyah yang lain, Ka'ab seringkali menggubah syair untuk menyerang dan menebar kebencian kepada Rasulullah dan para sahabat. Suatu hari, Ka’ab menulis syair untuk mengecam Bujair bin Zuhair, saudaranya yang baru saja memeluk agama Islam. Tak puas mengecam Bujair, Ka’ab juga mencerca Rasulullah, yang dianggap sebagai sebab keislaman Bujair. Karena menganggap mudharatnya besar dan sangat berpengaruh, Nabi lalu membenarkan para sahabat untuk membunuh Ka’ab.
Usai lama bersembunyi dalam pengasingan, atas saran saudaranya, Ka’ab lalu memberanikan diri menemui Rasulullah. Di sana Ka’ab meminta maaf sekaligus menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah. Sejak itu, corak syair Ka’ab senantiasa bernilai pujian kepada Rasulullah dan ajaran Islam. Hingga akhirnya ajal menjemput Ka’ab pada tahun 26 H (645 M). Dalam riwayat lain, Ka’ab meninggal dunia pada zaman pemerintahan Mu'awiyah bin Abi Sufyan.

2. Abdullah bin Rawahah
Ia berasal dari Bani Khazraj, Madinah dari golongan Anshar. Seorang sahabat yang piawai baca tulis dan menggubah puisi indah. Dari lidahnya yang fasih, dengan mudah untaian bait-bait syair indah mengalir lancar. Sebuah kecakapan yang langka dikalangan para sahabat kala itu. Abdullah memeluk Islam usai mengikuti peristiwa Ba’iah Aqabah Ula bersama belasan sahabat lainnya. Setahun berikutnya, ia juga mengikuti Bai'ah Aqabah Tsani bersama dengan 73 orang lainnya. Abdullah juga tercatat tak pernah ketinggalan dalam urusan jihad bersama kaum muslimin.
Suatu hari Nabi pernah bertanya kepada Abdullah bin Rawahah, apa yang ia lakukan ketika hendak mengucapkan syair. Abdullah menjawab, “Kurenungkan dulu, lalu kuucapkan.” Setelah itu Abdullah langsung memuji Nabi melalui syair-syairnya yang indah.

Selain pandai mengolah kata, Abdullah juga terkenal dengan kemampuan olah pedangnya. Tak heran ia ditunjuk menjadi panglima perang ketiga pada perang Mu’tah. Abdullah akhirnya gugur pada peristiwa itu menyusul Zaid bin Haritsah dan Ja’far bin Abi Thalib. Sambil bersimbah darah, Abdullah bin Rawahah masih sempat melantunkan sebuah syair.

“Wahai jiwaku,
Sekiranya engkau tidak gugur di medan perang, engkau tetap akan mati
Inilah merpati kematian telah menyambutmu
Apa yang kau idam-idamkan telah engkau peroleh
Jika engkau ikuti jejak keduanya (dua panglima sebelumnya)
Engkau beruntung sebagai panglima sejati
Jika engkau mundur pasti sengsara dan rugi.”

3. Hassan bin Tsabit
Sebagai pemilik lidah yang tajam, menjadikan Hassan bin Tsabit disenangi oleh lawan dan disegani oleh kawan. Tak heran ia menjadi penyair “resmi” di sisi Rasulullah. Acap kali Hassan diikutkan dalam peperangan “sekedar” untuk membangkitkan semangat juang para mujahid. Dengan kepiawaiannya menggubah syair, Hassan mampu menghidupkan kembali semangat jihad kaum muslimin. Membuat mereka lupa akan penatnya peperangan, serta senantiasa bersemangat meski peluh telah mengucur ke tubuh mereka.

Tak hanya itu, bak sebilah pedang tajam, syair-syairnya sanggup merobek lidah orang Quraisy. Menjadikan mereka diam membisu, tak sanggup membalas syair tersebut. Ketika Nabi Muhammad mendapat penghinaan dari orang-orang Quraisy, maka Hassan-lah yang maju membela Nabi dengan syair-syairnya. Diantara syair Hassan yang membela Nabi adalah;

Kamu menghina Muhammad maka aku membelanya
Dan di sisi Allah-lah balasan dari semua itu
Kamu menghina Muhammad yang baik lagi bertakwa
Seorang utusan Allah yang selalu menepati janji
Sesungguhnya bapakku, ibuku, dan kehormatanku
Adalah pelindung bagi kehormatan Muhammad dari kalian

4. Ka’ab bin Malik
Bernama lengkap Ka'ab bin Malik bin Amru bin al-Qin al-Anshari al-Khazraji. Ka’ab termasuk sahabat yang memeluk Islam sejak awal di kota Makkah. Berbeda dengan penyair lainnya, Ka’ab bin Malik terkenal dengan kegemarannya menciptakan syair-syair peperangan. Dalam syairnya, ia seringkali menyebut ketangguhan dan keunggulan kaum muslimin. Sedang Hassan bin Tsabit lebih suka “menyerang” dengan menyebut kelemahan-kelemahan musuh.

Suatu hari dengan wajah sedih, Ka’ab mendatangi Nabi menanyakan perihal firman Allah, “Dan para penyair itu diliputi oleh orang-orang yang sesat" (as-Syuara’: 224). Ka’ab menyatakan keinginannya untuk tak membuat syair lagi. Lalu dengan tersenyum, Rasulullah menghibur Ka’ab dengan bersabda, “Seorang mukmin berjihad dengan pedang dan lisannya." Mendengar ucapan tersebut, jiwa Ka’ab kembali tenang.
Laiknya para sahabat yang lain, Ka’ab bin Malik senantiasa turut serta dalam seluruh peperangan kaum muslimin kecuali pada perang Badar dan Uhud. Namun, rupanya Allah ingin menguji keimanan Ka’ab bin Malik. Ia tak ikut serta pada perang Tabuk yang berujung pada pemboikotan secara total oleh kaum muslimin terhadap dirinya. Bahkan sang istri sekalipun tak berkenan mengajak bicara Ka’ab. Hal tersebut berlangsung lama hingga akhirnya Allah berkenan mengampuni Ka’ab lewat taubat dan kejujurannya.

Ka’ab bin Malik menjalani masa tuanya dalam keadaan buta. Tak kurang dari 80 hadits Nabi ia riwayatkan selama hidupnya. Ka’ab bin Malik menghembuskan nafas terakhirnya pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

5. Al-Khansa binti Amru
Pemilik berbagai kemuliaan ini terlahir dan tumbuh di tengah suku Arab terpandang, Bani Mudhar. Selain fasih berbicara, al-Khansa juga kesohor dengan sifat pemurah, berani, dan punya pendirian tegas. Diantara kelebihan tersebut, yang paling menonjol adalah kecakapan al-Khansa menyusun untaian-untaian kata menjadi kumpulan syair indah.

Hal ini mendapat pengakuan tersendiri dari Nabi. Suatu hari Nabi berkata kepada Adi bin Hatim yang datang ke Madinah. “Sesungguhnya orang yang paling pandai bersyair adalah al-Khansa, bukan Imri al-Qais bin Hujr. Sedang orang yang terpandai menunggang kuda adalah Ali bin Abi Thalib.”

Karena kegemarannya bersyair, al-Khansa seringkali menyusun syair mengenang kedua saudaranya, Mu’awiyah dan Sakhr. Alhasil ia lalu ditegur oleh Umar bin Khaththab. Mendengar teguran tersebut, al-Khansa menjawab, “Dahulu ketika masa Jahiliyah, saya menangisi mereka atas kematiaannya, kini saya bersedih karena mereka adalah ahli neraka.”

Al-Khansa menikah dengan Rawahah bin Abdul Aziz as-Sulami. Bersama suaminya, al-Khansa mendidik empat orang putranya menjadi pejuang-pejuang Islam. Mereka semua gugur sebagai syuhada pada peristiwa Perang al-Qadisiyah di bawah komando Sa’ad bin Abi Waqqash. Mendengar kematian anak-anaknya, kini al-Khansa tak lagi bersedih. Ia bahkan memuji Allah dan mensyukuri anak-anaknya yang gugur di medan jihad. Al-Khansa meninggal dunia pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan.
Sumber: Khazanah


Share this

0 Comment to "Para Penyair di Masa Rasulallah"

Posting Komentar