Para Penyair di Masa Rasulallah
Ibarat sekeping uang logam, karya sastra mempunyai dua
sisi yang berlainan. Dalam khazanah Islam, karya sastra menjadi salah satu
perangkat dakwah dan jihad. Namun di sisi lain, ia justru seringkali dipakai
oleh musuh-musuh Allah dalam menyerang dan menghujat ajaran Islam. Akibat ulah
mereka, tak sedikit kaum muslimin yang masih labil imannya lalu berpaling dari
ajaran Islam.
Pada masa Rasulullah, tercatat beberapa nama sahabat
sebagai penyair hebat yang kesohor. Para sahabat tersebut tak hanya menikmati untaian
syair-syair indah buatan mereka, tapi juga memanfaatkannya untuk membela
Rasulullah serta mengobarkan semangat kaum muslimin dalam berjihad. Berikut
beberapa nama diantara sahabat penyair tersebut;
1. Ka’ab bin Zuhair
Bernama lengkap Ka'ab bin Zuhair bin Abi Sulma
al-Mazni. Ia berasal dari keluarga penyair terkenal dari suku Muzainah. Sebuah
keistimewaan tersendiri bagi keluarga Ka’ab. Sebab mulai dari sang kakek,
bapak, paman, hingga saudara-saudara lainnya, mereka semua adalah penyair
kesohor di zamannya masing-masing.. Ka’ab termasuk kelompok penyair “Mukhadram”
yaitu seorang penyair yang hidup di dua era berbeda. Masa Jahiliyah dan masa
Islam usai ia memeluk ajaran agama Islam.
Layaknya penyair Jahiliyah yang lain, Ka'ab seringkali
menggubah syair untuk menyerang dan menebar kebencian kepada Rasulullah dan
para sahabat. Suatu hari, Ka’ab menulis syair untuk mengecam Bujair bin Zuhair,
saudaranya yang baru saja memeluk agama Islam. Tak puas mengecam Bujair, Ka’ab
juga mencerca Rasulullah, yang dianggap sebagai sebab keislaman Bujair. Karena
menganggap mudharatnya besar dan sangat berpengaruh, Nabi lalu membenarkan para
sahabat untuk membunuh Ka’ab.
Usai lama bersembunyi dalam pengasingan, atas saran
saudaranya, Ka’ab lalu memberanikan diri menemui Rasulullah. Di sana Ka’ab
meminta maaf sekaligus menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah. Sejak
itu, corak syair Ka’ab senantiasa bernilai pujian kepada Rasulullah dan ajaran
Islam. Hingga akhirnya ajal menjemput Ka’ab pada tahun 26 H (645 M). Dalam
riwayat lain, Ka’ab meninggal dunia pada zaman pemerintahan Mu'awiyah bin Abi
Sufyan.
2. Abdullah bin Rawahah
Ia berasal dari Bani Khazraj, Madinah dari golongan
Anshar. Seorang sahabat yang piawai baca tulis dan menggubah puisi indah. Dari
lidahnya yang fasih, dengan mudah untaian bait-bait syair indah mengalir
lancar. Sebuah kecakapan yang langka dikalangan para sahabat kala itu. Abdullah
memeluk Islam usai mengikuti peristiwa Ba’iah Aqabah Ula bersama belasan
sahabat lainnya. Setahun berikutnya, ia juga mengikuti Bai'ah Aqabah Tsani
bersama dengan 73 orang lainnya. Abdullah juga tercatat tak pernah ketinggalan
dalam urusan jihad bersama kaum muslimin.
Suatu hari Nabi pernah bertanya kepada Abdullah bin
Rawahah, apa yang ia lakukan ketika hendak mengucapkan syair. Abdullah
menjawab, “Kurenungkan dulu, lalu kuucapkan.” Setelah itu Abdullah langsung
memuji Nabi melalui syair-syairnya yang indah.
Selain pandai mengolah kata, Abdullah juga terkenal
dengan kemampuan olah pedangnya. Tak heran ia ditunjuk menjadi panglima perang
ketiga pada perang Mu’tah. Abdullah akhirnya gugur pada peristiwa itu menyusul
Zaid bin Haritsah dan Ja’far bin Abi Thalib. Sambil bersimbah darah, Abdullah
bin Rawahah masih sempat melantunkan sebuah syair.
“Wahai jiwaku,
Sekiranya engkau tidak gugur di medan perang, engkau
tetap akan mati
Inilah merpati kematian telah menyambutmu
Apa yang kau idam-idamkan telah engkau peroleh
Jika engkau ikuti jejak keduanya (dua panglima
sebelumnya)
Engkau beruntung sebagai panglima sejati
Jika engkau mundur pasti sengsara dan rugi.”
3. Hassan bin Tsabit
Sebagai pemilik lidah yang tajam, menjadikan Hassan
bin Tsabit disenangi oleh lawan dan disegani oleh kawan. Tak heran ia menjadi
penyair “resmi” di sisi Rasulullah. Acap kali Hassan diikutkan dalam peperangan
“sekedar” untuk membangkitkan semangat juang para mujahid. Dengan kepiawaiannya
menggubah syair, Hassan mampu menghidupkan kembali semangat jihad kaum
muslimin. Membuat mereka lupa akan penatnya peperangan, serta senantiasa
bersemangat meski peluh telah mengucur ke tubuh mereka.
Tak hanya itu, bak sebilah pedang tajam,
syair-syairnya sanggup merobek lidah orang Quraisy. Menjadikan mereka diam
membisu, tak sanggup membalas syair tersebut. Ketika Nabi Muhammad mendapat
penghinaan dari orang-orang Quraisy, maka Hassan-lah yang maju membela Nabi
dengan syair-syairnya. Diantara syair Hassan yang membela Nabi adalah;
Kamu menghina Muhammad maka aku membelanya
Dan di sisi Allah-lah balasan dari semua itu
Kamu menghina Muhammad yang baik lagi bertakwa
Seorang utusan Allah yang selalu menepati janji
Sesungguhnya bapakku, ibuku, dan kehormatanku
Adalah pelindung bagi kehormatan Muhammad dari kalian
4. Ka’ab bin Malik
Bernama lengkap Ka'ab bin Malik bin Amru bin al-Qin
al-Anshari al-Khazraji. Ka’ab termasuk sahabat yang memeluk Islam sejak awal di
kota Makkah. Berbeda dengan penyair lainnya, Ka’ab bin Malik terkenal dengan
kegemarannya menciptakan syair-syair peperangan. Dalam syairnya, ia seringkali
menyebut ketangguhan dan keunggulan kaum muslimin. Sedang Hassan bin Tsabit
lebih suka “menyerang” dengan menyebut kelemahan-kelemahan musuh.
Suatu hari dengan wajah sedih, Ka’ab mendatangi Nabi
menanyakan perihal firman Allah, “Dan para penyair itu diliputi oleh
orang-orang yang sesat" (as-Syuara’: 224). Ka’ab menyatakan keinginannya
untuk tak membuat syair lagi. Lalu dengan tersenyum, Rasulullah menghibur Ka’ab
dengan bersabda, “Seorang mukmin berjihad dengan pedang dan lisannya."
Mendengar ucapan tersebut, jiwa Ka’ab kembali tenang.
Laiknya para sahabat yang lain, Ka’ab bin Malik
senantiasa turut serta dalam seluruh peperangan kaum muslimin kecuali pada
perang Badar dan Uhud. Namun, rupanya Allah ingin menguji keimanan Ka’ab bin
Malik. Ia tak ikut serta pada perang Tabuk yang berujung pada pemboikotan
secara total oleh kaum muslimin terhadap dirinya. Bahkan sang istri sekalipun
tak berkenan mengajak bicara Ka’ab. Hal tersebut berlangsung lama hingga
akhirnya Allah berkenan mengampuni Ka’ab lewat taubat dan kejujurannya.
Ka’ab bin Malik menjalani masa tuanya dalam keadaan
buta. Tak kurang dari 80 hadits Nabi ia riwayatkan selama hidupnya. Ka’ab bin
Malik menghembuskan nafas terakhirnya pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abi
Sufyan.
5. Al-Khansa binti Amru
Pemilik berbagai kemuliaan ini terlahir dan tumbuh di
tengah suku Arab terpandang, Bani Mudhar. Selain fasih berbicara, al-Khansa
juga kesohor dengan sifat pemurah, berani, dan punya pendirian tegas. Diantara
kelebihan tersebut, yang paling menonjol adalah kecakapan al-Khansa menyusun
untaian-untaian kata menjadi kumpulan syair indah.
Hal ini mendapat pengakuan tersendiri dari Nabi. Suatu
hari Nabi berkata kepada Adi bin Hatim yang datang ke Madinah. “Sesungguhnya
orang yang paling pandai bersyair adalah al-Khansa, bukan Imri al-Qais bin
Hujr. Sedang orang yang terpandai menunggang kuda adalah Ali bin Abi Thalib.”
Karena kegemarannya bersyair, al-Khansa seringkali
menyusun syair mengenang kedua saudaranya, Mu’awiyah dan Sakhr. Alhasil ia lalu
ditegur oleh Umar bin Khaththab. Mendengar teguran tersebut, al-Khansa
menjawab, “Dahulu ketika masa Jahiliyah, saya menangisi mereka atas
kematiaannya, kini saya bersedih karena mereka adalah ahli neraka.”
Al-Khansa menikah dengan Rawahah bin Abdul Aziz
as-Sulami. Bersama suaminya, al-Khansa mendidik empat orang putranya menjadi
pejuang-pejuang Islam. Mereka semua gugur sebagai syuhada pada peristiwa Perang
al-Qadisiyah di bawah komando Sa’ad bin Abi Waqqash. Mendengar kematian
anak-anaknya, kini al-Khansa tak lagi bersedih. Ia bahkan memuji Allah dan
mensyukuri anak-anaknya yang gugur di medan jihad. Al-Khansa meninggal dunia
pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan.
0 Comment to "Para Penyair di Masa Rasulallah"
Posting Komentar