Penyakit
Berbahaya pada Orang yang Menyanjung dan Bagi Orang yang Disanjung
Sanjungan dapat tersusupi oleh enam penyakit; empat
diantaranya terdapat pada orang yang menyanjung sedangkan dua diantaranya para
orang yang disanjung.
Penyakit yang terdapat pada orang yang menyanjung ialah:
Pertama, ia berlebih-lebihan sehingga sampai pada
kebohongan.
Kedua, ia dapat tersusupi oleh riya’, karena
dengan menyanjung ia menampakkan kecintaan. Dan bisa jadi ia tidak
menyembunyikan kecintaan itu dan tidak meyakini semua yang diucapkannya
sehingga dengan demikian ia menjadi orang yang pamrih dan munafiq.
Ketiga, kadang-kadang ia mengatakan hal yang
tidak sebenarnya dan hal yang tidak dapat dilihat. Diriwayatkan bahwa seseorang
menyanjung orang lain di hadapan Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihi
lalu Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihi bersabda kepadanya:
lalu Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihi bersabda kepadanya:
“Celaka kamu, kamu telah memenggal leher temanmu; seandainya dia
mendengarnya niscaya dia tidak akan beruntung.”
Kemudian Nabi
Muhammad Shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:
“Jika salah seorang diantara kalian harus menyanjung saudaranya maka
hendaklah dia mengatakan, “Aku menghargai si Fulan tetapi aku tidak menyatakan
kesucian seseorang di hadapan Allah. Allah-lah yang akan memuliakannya jika
memang demikian halnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Penyakit ini terjadi pada sanjungan dengan sifat-sifat
yang mutlak yang seharusnya diketahui dengan berbagai dalil, seperti
perkataannya, ‘Sesungguhnya dia orang yang bertaqwa, wara’, zuhud, sangat baik
dan yang semakna dengan itu. Tetapi jika dia berkata, ‘Aku melihatnya shalat
malam, bershadaqah, dan menunaikan ibadah haji’ maka hal ini adalah perkara
yang dapat dipastikan. Termasuk dalam kategori ini adalah perkataan,
‘Sesungguhnya dia orang yang adil’, karena hal ini masih belum jelas sehingga
tidak seharusnya dipastikan kecuali setelah pengujian batinnya. Umar r.a pernah
mendengar seorang lelaki yang menyanjung orang lain, lalu Umar r.a bertanya,
“Apakah kamu pernah bepergian bersamanya?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Umar
r.a bertanya, “Apakah kamu pernah berinteraksi dengannya dalam jual beli dan
mu’amalah?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Umar r.a bertanya, “Apakah kamu
tetangganya siang dan malam?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Umar r.a berkata,
“Demi Allah yang tiada Ilah kecuali Dia, aku tidak menganggapmu telah
mengenalnya.”
Keempat, bisa jadi ia membuat senang orang yang
disanjung padahal dia orang yang zhalim atau fasiq; sedangkan hal ini tidak
dibolehkan.
Al Hasan berkata, “Siapa yang mendoakan panjang umur
kepada orang yang zhalim maka sesungguhnya dia telah menyukai Allah didurhakai
di atas bumi-Nya. Padahal orang zhalim yang fasiq itu seharusnya dicela agar
dia bersedih, bukan disanjung sampai merasa senang.”
Adapun bagi orang yang disanjung, sanjungan membahayakannya dari dua sisi,
yaitu:
Pertama, ia mengakibatkan kesombongan dan ‘ujub.
Kedua, jika disanjung dengan kebaikan maka ia
menyenangi sanjungan dan merasa puas kepada dirinya. Siapa yang merasa ‘ujub
kepada dirinya pasti berkurang semangatnya, karena orang akan bersemangat
beramal jika merasa kurang. Jika lidah-lidah sudah meluncurkan sanjungan pada
dirinya maka dia mengira telah mencapai kesempurnaan. Oleh sebab itu, Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihi bersabda: “Kamu telah memenggal
leher temanmu, sekiranya mendengarnya niscaya dia tidak akan beruntung.”
Umar r.a berkata, “Sanjungan adalah penyembelihan.”
Ini karena orang yang disanjung merasa malas beramal sedangkan sanjungan
mengakibatkan kemalasan. Atau karena sanjungan itu mengakibatkan rasa ‘ujub dan
sombong dimana kedua hal ini mengakibatkan kehancuran seperti halnya penyembelihan.
Oleh sebab itu, Umar merupakannya dengan penyembelihan.
Jika sanjungan terselamat dari penyakit-penyakit ini
pada diri orang yang menyanjung dan orang yang disanjung maka sanjungan itu
tidak terlarang bahkan bisa jadi dianjurkan. Oleh sebab itu Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihi menyanjung para shahabat. Sabdanya:
“Sekiranya iman Abu Bakar ditimbang dengan iman (penduduk) dunia niscaya
(iman Abu Bakar) lebih berat.” (HR. Al
Baihaqi).
Nabi
Muhammad Shallallahu‘alaihi wasallam bersabda
tentang Uma r.a:
“Sekiranya sesudahku ada Nabi lagi niscaya Umar bin Khaththab-lah orangnya.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, dan ia meng-hasan-kannya).
“Sekiranya sesudahku ada Nabi lagi niscaya Umar bin Khaththab-lah orangnya.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, dan ia meng-hasan-kannya).
Sanjungan apakah yang lebih dari ini? Tetapi Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihi berkata benar dan penuh bashirah. Para shahabat adalah orang-orang yang
berderajat tinggi sehingga sanjungan itu tidak membuat mereka sombong, ‘ujub
dan futur (loyo),
Nabi
Muhammad Shallallahu‘alaihi wasallam bersabda: “Aku adalah pemimpin anak Adam, tanpa
bangga.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim).
Yakni aku tidak mengucapkan hal ini karena kebanggaan
sebagaimana tujuan orang-orang dalam memuji diri mereka sendiri. Seperti halnya
orang yang diterima di sisi raja dengan penerimaan yang agung hanya
membanggakan dengan penerimaan itu kepada dirinya dan dengan penerimaan itu
pula dia merasa senang, bukan karena kelebihannya atas sebagian rakyatnya.
(Sumber: Kitab Mensucikan
Jiwa, Karya: Sa’id Hawwa, Penerjemah: Aunur Rafiq Shaleh Tamihid, Lc.,
Penerbit: Robbani Press)
0 Comment to "Penyakit Berbahaya pada Orang yang Menyanjung dan Bagi Orang yang Disanjung"
Posting Komentar