Rabu, 29 November 2017

Sosok fenomenal ungku saliah, ulama besar asli pariaman

 Sosok fenomenal ungku saliah, ulama besar asli pariaman

Sosok Fenomenal Ungku Saliah – Ungku Saliah, aslinya bernama Syekh Karimatullah. Bagi orang Pariaman dan sekitarnya, sosok satu ini merupakan sosok yang dikirimatkan, atau istilah mereka “Kiramaik”.
Kenapa bisa sampai demikian? Di bawah ini akan dijelaskan sekilas mengenai sosok ulama ini.
Mungkin sebagian dari Anda pernah melihat foto kakek uzur di atas. Di mana? Di rumah makan ataupun di toko-toko pedagang asal Pariaman.
Ya, Ungku Saliah merupakan sosok ulama besar yang lahir di Pasa Panjang Sungai Sariak, Kabupaten Padang Pariaman.
Beliau mulai menampakkan tanda-tanda Kiramaik-nya saat masih kecil. Saat kanak-kanak beliau belajar mengaji di Surau Kalampaian Ampalu Tinggi. Beliau merupakan murid pengajian Syekh Muhammad Yatim atau lebih kenal dengan Tuanku Mudiak.
Di sini Ungku Saliah mendapat pelajaran mengenai ilmu “Tarekat”. Selama belajar, beliau sangat rajin ibadahnya dan tekun belajarnya. Oleh karena itulah beliau diberi gelar “Saliah” atau saleh.
Semasa menuntut ilmu agama, beliau juga banyak memperdalam ilmu tarekatnya kepada beberapa syekh, yang ilmunya agamanya tidak diragukan lagi, seperti Syekh Aluma Nan Tuo dan Syekh Abdurahman.
Gelar Ungku Saliah melekat kepada beliau saat beliau menjadi guru mengaji di kampung halamannya Sungai Sarik.
Karena pengaruh ajaran beliau, tidak heran beliau menjadi sosok fenomenal yang menginspirasi banyak orang.
Tidak hanya di kalangan masyarakat umum saja, beliau juga dihormati dan disegani di kalangan ulama-ulama Islam di Pariaman, bahkan hingga sampai saat ini.
Serta secara luas, sosok beliau begitu dikenal oleh masyarakat Pariaman.
Bahkan saking hormatnya,  banyak masyarakat yang selalu datang menziarahi makam Ungku Saliah.
Hal itu dilakukan untuk memperoleh; Barakaik Guru, Syafaat Nabi dan rahmat Allah SWT.
Kiramaik Ungku Saliah yang melekat di masyarakat Pariaman yaitu kiramaiknya dalam hal berdagang.
Konon dahulu, ketika beliau menawarkan sebuah harga untuk membeli suatu barang kepada seorang pedagang, tetapi si pedagang tidak mau menerima harga yang ditawarkan oleh ulama besar Sungai Sariak ini. Niscaya kemudian barang tersebut tidak akan laku-laku lagi.
Akan tetapi apabila suatu barang dijual kepada Ungku Saliah, sesuai dengan harga yang ditawar oleh beliau. Maka barang tersebut akan laris.
Sehingga tak heran sebagaian orang Minang terutama orang Pariaman yang memajang foto Ungku Saliah di dalam toko, rumah makan, ataupun tempat-tempat mereka berdagang.
Karena menurut sebagian dari meraka ada yang merasa termotivasi dengan sikap sosok fenomenal tersebut sehingga mereka diharapkan bisa berdagang dengan jujur.
Ada juga yang ekstrimnya yaitu meyakini apabila foto Ungku Saliah dipajang akan menyebabkan dagangan laris manis.
Tentunya hal ini tidak perlu dijadikan keyakinan, karena nanti akan berujung syirik.
Terlepas dari semua alasan di atas, sosok Ungku Saliah memanglah sosok yang benar-benar taat akan ibadahnya.
Beliau juga mempunyai banyak murid yang menyampaikan ajaran islam dengan cara yang benar. Serta memiliki banyak Kiramaik dalam sosok ke sholehannya.



Inilah Cerita Angku Saliah, Sosok "Orang Keramat" Asal Pariaman.

Inilah Cerita Angku Saliah, Sosok "Orang Keramat" Asal Pariaman.


Bagi masyarakat Sumatera Barat khususnya Padang Pariaman nama Angku Saliah tentu sudah tidak asing lagi terdengar. Tuangku Saliah masyarakat sekitar dulu akrab mememanggilnya dikenal luas sebagai pribadi karismatik yang tak banyak bicara.

Ulama besar asal Pariaman itu lahir di Padangpanjang tahun 1890, dan meninggal pada tahun 1974 di Korong Lareh Nan Panjang, Sungai Sariak, Padang Pariaman. Dia juga dikenal sebagai sosok misterius di samping memiliki beberapa kelebihan yang mungkin tak dimiliki oleh orang lain.

"Dulu semasa hidup tuangku Saliah sering terlihat di berbagai tempat keramaian, seperti pasar. Dan sosok beliau dikenal irit bicara. Beliau juga dikenal sebagai orang keramat, " tutur Labai Darwis, salah satu tokoh masyarakat yang pernah bertemu dengan Tuangku Saliah semasa hidup.

Ia menceritakan, masyarakat sangat percaya bahwa angku Saliah memiliki keramat dan keistimewaan sebagai ulama. Seperti, doa yang banyak dikabulkan, memiliki kemampuan meramal, mampu memberikan obat dan penawar kepada orang sakit. Di samping itu tuangku Saliah juga dikenal luas sebagai sosok yang membawa berkah bagi para pedagang di pasar.

"Saat beliau mampir ke pasar dan menawar barang dagangan maka para pedagang akan langsung memberikan barang yang ditawar tersebut kepada Tuangku Saliah, jika tidak, maka barang yang ditawar itu tak akan pernah laku terjual sampai kapanpun," ujar Rona (70) yang juga mengaku pernah bertemu dengan angku Saliah saat berdagang di pasar Pauh Kambar, Nansabaris.

Sosok yang memiliki perawakan kecil dan hidup sederhana ini juga memiliki keistimewaan lain yang hingga saat ini masih banyak dipercaya oleh masyarakat diberbagai belahan wilayah Sumatera Barat.

Hal tersebut dapat dilihat dari masih ramainya kunjungan para peziarah ke makam beliau saban hari. Dan bahkan pada setiap tahun di bulan Safar, ribuan peziarah dari berbagai daerah akan mengunjungi makam beliau sembari memotong satu ekor kerbau sebagai peringatan ritual dengan sebutan 'Sapa Ungku Saliah'.

Mengenal Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi

Mengenal Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi



Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi adalah salah satu ulama tanah air yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di masjidil Haram.
Syekh Khatib lahir di Koto Tuo, Kenagarian Balai Gurah, Kecamatan Ampek Angkek Candung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar), tepatnya hari Senin, 6 Dzulhijjah 1276 H (26 Mei 1860 M) dan wafat di Makkah hari Senin, 8 Jumadil Awal 1334 H (1916 M) dalam usia 56 tahun.
Nasab
Ayahnya bernama Syekh Imam Abdullah di Koto Gadang Bukit Tinggi. Sementara kakeknya adalah ulama besar di koto gadang dan dijuluki sebagai Khatib Nagari melekat dibelakang namanya. Ayahnya sendiri bersaudara seayah dengan ayahnya Agus Salim, Sutan Muhammad Salim.
Sedangkan ibunya bernama Limbak Uray yang merupakan puteri pejuang paderi yang terkenal bernama Tuanku Rancak Bana. Ibu dari Limbak Uray atau nenek beliau bernama siti Zainab adalah anak dari Bagindo Khatib. Dari Nasab itu jelas bahwa beliau adalah keturunan dari ulama hebat baik dari sisi ayah dan ibunya.
Beliau menikah dengan Khadijah, putri dari Shalih Al Kurdi dan dikarunia seorang putera bernama Abdul Karim (1300-1357H) , Istri beliau wafat pada usia muda dan Syekh Amad Khatib kemudian menikah lagi dengan Fatimah, adik dari Khadijah.
Dari Fatimah ini beliau mendapat 2 putra yang terkenal di tanah arab yaitu Abdul Malik, ketua redaksi koran al Qiblah yang berkedudukan di Jordan dan Hamid Al Khatib ahli adab dan penyair kenamaan sebagai pengajar di Masjidil Haram dan Duta Besar Saudi untuk Pakistan.
Menuntut Ilmu
Syekh Ahmad Khatib mengenyam pendidikan dasar dan lanjutan di sekolah Raja atau Kweel School dan tamat pada tahun 1871. Sementara itu pendidikan agama diperolehnya melalui bimbingan langsung oleh ayahnya Syekh Abdul Latif. Umur 11 tahun beliau diajak ayahnya menunaikan ibadah haji di Mekah.
Di Mekah beliau berkesempatan untuk memperdalam ilmu agama, ia belajar dengan :
1.      Sayyid Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha Al Makki Asy-Syafii (1259-1330 H)
2.      Sayyid Utsman bin Muhammad Syatha al Makki asy Syafi’i (1263-1295 H)
3.      Sayyid Bakri bin Muhammad Zainul Abidi Syaitha ad-Dimyathi al Makki asy-Syafi’i (1266-1310 H)
4.      Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan (wafat 1304)
5.      Yahya al Qalyubi dan
6.      Muhammad Shalih Al Kurdi
Menurut penuturan ulama tanah air sezamannya Syekh Umar Abdul Jabbar mengatakan bahwa beliau dalah murid teladan, selalu bersemangat, bersungguh sungguh dan tekun dalam menuntut ilmu. Beberapa ilmu penting lainnya diperoleh dalam beliau menuntut ilmu seperti ilmu pasti, matematika, aljabar, geometri, ilmu perbandingan, teknik, pembagian waris, ilmu miqat dan mampu menulis ilmu ilmu itu tanpa guru (otodidak).
Dengan kepandaiannya itu beliau juga mendapat murid dari beberapa ulama tanah air seperti :
1.      Syekh Abdul Karim bin Amrullah, ayah Buya Hamka
2.      Muhammad Darwis atau KH Ahmad Dahlan
3.      KH Hasyim Asy’ari
4.      Syekh Abdurrahman Shiddiq bin Muhammad Afif al Banjari
5.      Syekh Abdul Halim Majalengka
6.      dan beberapa ulama terkenal di sumatera.
Sumbangan dan pemikirannya
Syekh Ahmad Khatib adalah seorang ulama yang banyak menguasai berbagai bidang ilmu dan dengan itu beliau memiliki pemikiran yang sangat luas.  Beliau juga sebagai ulama pembaharu dan menentang adat minangkabau yang dinilainya bertentangan dengan ajaran Islam, khususnya tentang hukum waris yang berdasarkan matrilineal.
Karya karya beliau sangat banyak diterbitkan dalam bahasa Arab dan bahasa melayu. Karya dan pemikirannya beliau itu berpengaruh terhadap perkembangan peradaban Islam di Tanah air. Organisasi Islam juga berkembang melalui didikan beliau kepada   ulama besar seperti KH Ahmad Dahlan melalui Muhammadiyah dan KH Hasyim Asy-ari melalui NU dan Syekh Muhammad Jamil Jaho melalui PERTI
(diambil dari buku Biografi Ulama Nusantara Ustadz Riziem Aizid)
Wallahu a’lam


Senin, 27 November 2017

Sejarah Bahasa Indonesia

Sejarah Bahasa Indonesia


Bahasa indonesia pada dasarnya berasal dari bahasa melayu, pada zaman dahulu lebih tepatnya pada zaman kerajaan sriwijaya bahasa melayu banyak digunakan sebagai bahasa penghubung antar suku di plosok nusantara. Selain itu bahasa melayu juga di gunakan sebagai bahasa perdagangan antara pedagang dalam nusantara maupun dari luar nusantara.
Bahasa melayu menyebar ke pelosok nusantara bersamaan dengan penyebaran agama islam, serta makin kokoh keberadaan nya karena bahasa melayu mudah diterima oleh masyarakat nusantara karena bahasa melayu digunakan sebagai penghubung antar suku, antar pulau, antar pedagang, dan antar kerajaan.
Bahas melayu mulai dipakai dikawasan Asia Tenggara sejak Abad ke-7. bukti-bukti yang menyatakan itu adalah dengan ditemukannya prasasti di kedukan bukit karangka tahun 683 M (palembang), talang tuwo berangka tahun 684 M (palembang), kota kapur berangka tahun 686 M (bukit barat), Karang Birahi berangka tahun 688 M (Jambi) prasasti-prasasti itu bertuliskan huruf pranagari berbahasa melayu kuno.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia, oleh karena itu para pemuda indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa indonesia. (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Dan baru setelah kemerdekaan Indonesia tepatnya pada tanggal 18 Agustus Bahasa Indonesia diakui secara Yuridis. Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di akui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Hal ini juga sesuai dengan butir ketiga ikrar sumpah pemuda yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah Kemerdekaan Indonesia.
Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
  1. Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
  2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
  3. Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
  4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
  1. Sumber dari bahasa indonesia adalah bahasa melayu
  2. Bahasa Indonesia secara sosiologis resmi digunakan sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928. Namun secara
  3. Yuridis Bahasa Indonesia di akui setelah kemerdekaan Indonesia yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945.
  4. Bahasa Melayu di angkat menjadi bahasa indonesia karena bahasa melayu telah digunakan sebagai bahasa pergaulan (lingua franca) di nusantara dan bahasa melayu sangat sederhana dan mudah dipelajari serta tidak memiliki tingkatan bahasa.


10 Kisah Cinta Paling Indah Dalam Islam

10 Kisah Cinta Paling Indah Dalam Islam



1. Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra
Cinta Ali dan Fatimah luar biasa indah, terjaga kerahasiaanya dalam sikap, ekspresi, dan kata, hingga akhirnya Allah menyatukan mereka dalam suatu pernikahan. Konon saking rahasianya, setan saja tidak tahu menahu soal cinta di antara mereka. Subhanallah.
Ali terpesona pada Fatimah sejak lama, disebabkan oleh kesantunan, ibadah, kecekatan kerja, dan paras putri kesayangan Rasulullah Saw. itu. Ia pernah tertohok dua kali saat Abu Bakar dan Umar ibn Khattab melamar Fatimah sementara dirinya belum siap untuk melakukannya. Namun kesabarannya berbuah manis,lamaran kedua orang sahabat yang tak diragukan lagi kesholehannya tersebut ternyata ditolak Rasulullah Saw. Akhirnya Ali memberanikan diri. Dan ternyata lamarannya kepada Fatimah yang hanya bermodal baju besi diterima.
Di sisi lain, Fatimah ternyata telah memendam cintanya kepada Ali sejak lama. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah kedua menikah, Fatimah berkata kepada Ali: “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya”. Ali pun bertanya mengapa ia tetap mau menikah dengannya, dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya. Sambil tersenyum Fathimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu”

2. Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz, khalifah termasyhur dalam Bani Umayyah, suatu kali jatuh cinta pada seorang gadis, namun istrinya, Fatimah binti Abdul Malik tak pernah mengizinkannya menikah lagi. Suatu saat dikisahkan bahwa Umar mengalami sakit akibat kelelahan dalam mengatur urusan pemerintahan. Fatimah pun datang membawa kejutan untuk menghibur suaminya. Ia menghadiahkan gadis yang telah lama dicintai Umar, begitu pun si gadis mencintai Umar. Namun Umar malah berkata: "Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Saya benar-benar tidak merubah diri saya kalau saya kembali kepada dunia perasaan semacam itu,"
Umar memenangkan cinta yang lain, karena memang ada cinta di atas cinta. Akhirnya ia menikahkan gadis itu dengan pemuda lain. Tidak ada cinta yang mati di sini. Karena sebelum meninggalkan rumah Umar, gadis itu bertanya, "Umar, dulu kamu pernah mencintaiku. Tapi kemanakah cinta itu sekarang?" Umar bergetar haru, tapi ia kemudian menjawab, "Cinta itu masih tetap ada, bahkan kini rasanya lebih dalam!"

3. Abdurrahman ibn Abu Bakar
Abdurrahman bin Abu Bakar Ash Shiddiq dan istrinya, Atika, amat saling mencintai satu sama lain sehingga Abu Bakar merasa khawatir dan pada akhirnya meminta Abdurrahman menceraikan istrinya karena takut cinta mereka berdua melalaikan dari jihad dan ibadah. Abdurrahman pun menuruti perintah ayahnya, meski cintanya pada sang istri begitu besar.
Namun tentu saja Abdurrahman tak pernah bisa melupakan istrinya. Berhari-hari ia larut dalam duka meski ia telah berusaha sebaik mungkin untuk tegar. Perasaan Abdurrahman itu pun melahirkan syair cinta indah sepanjang masa:
Demi Allah, tidaklah aku melupakanmu
Walau mentari tak terbit meninggi
Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
Kecuali berbagi hati
Tak pernah kudapati orang sepertiku
Menceraikan orang seperti dia
Dan tidaklah orang seperti dia dithalaq karena dosanya
Dia berakhlaq mulia, beragama, dan bernabikan Muhammad
Berbudi pekerti tinggi, bersifat pemalu dan halus tutur katanya
Akhirnya hati sang ayah pun luluh. Mereka diizinkan untuk rujuk kembali. Abdurrahman pun membuktikan bahwa cintanya suci dan takkan mengorbankan ibadah dan jihadnya di jalan Allah. Terbukti ia syahid tak berapa lama kemudian.

4. Rasulullah Saw. dan Khadijah binti Khuwailid
Teladan dalam kisah cinta terbaik tentunya datang dari insan terbaik sepanjang masa: Rasulullah Saw. Cintanya kepada Khadijah tetap abadi walaupun Khadijah telah meninggal. Alkisah ternyata Rasulullah telah memendam cintanya pada Khadijah sebelum mereka menikah. Saat sahabat Khadijah, Nafisah binti Muniyah, menanyakan kesedian Nabi Saw. untuk menikahi Khadijah, maka Beliau menjawab: “Bagaimana caranya?” Ya, seolah-olah Beliau memang telah menantikannya sejak lama.
Setahun setelah Khadijah meninggal, ada seorang wanita shahabiyah yang menemui Rasulullah Saw. Wanita ini bertanya, "Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak menikah? Engkau memiliki 9 keluarga dan harus menjalankan seruan besar."
Sambil menangis Rasulullah Saw menjawab, "Masih adakah orang lain setelah Khadijah?"
Kalau saja Allah tidak memerintahkan Muhammad Saw untuk menikah, maka pastilah Beliau tidak akan menikah untuk selama-lamanya. Nabi Muhammad Saw menikah dengan Khadijah layaknya para lelaki. Sedangkan pernikahan-pernikahan setelah itu hanya karena tuntutan risalah Nabi Saw, Beliau tidak pernah dapat melupakan istri Beliau ini walaupun setelah 14 tahun Khadijah meninggal.
Masih banyak lagi bukti-bukti cinta dahsyat nan luar biasa islami Rasulullah Saw. kepada Khadijah. Subhanallah.

5. Rasulullah Saw. dan Aisyah
Jika Rasulullah SAW ditanya siapa istri yang paling dicintainya, Rasul menjawab, ”Aisyah”. Tapi ketika ditanya tentang cintanya pada Khadijah, beliau menjawab, “cinta itu Allah karuniakan kepadaku”. Cinta Rasulullah pada keduanya berbeda, tapi keduanya lahir dari satu yang sama: pesona kematangan.
Pesona Khadijah adalah pesona kematangan jiwa. Pesona ini melahirkan cinta sejati yang Allah kirimkan kepada jiwa Nabi Saw. Cinta ini pula yang masih menyertai nama Khadijah tatkala nama tersebut disebut-sebut setelah Khadijah tiada, sehingga Aisyah cemburu padanya.
Sedangkan Aisyah adalah gabungan dari pesona kecantikan, kecerdasan, dan kematangan dini. Ummu Salamah berkata, “Rasul tidak dapat menahan diri jika bertemu dengan Aisyah.”
Banyak kisah-kisah romantis yang menghiasi kehidupan Nabi Muhammad dan istrinya, Aisyah. Rasul pernah berlomba lari dengan Aisyah. Rasul pernah bermanja diri kepada Aisyah. Rasul memanggil Aisyah dengan panggilan kesayangan ‘Humaira’. Rasul pernah disisirkan rambutnya, dan masih banyak lagi kisah serupa tentang romantika suami-istri.

6. Thalhah ibn ‘Ubaidillah
Berikut ini kutipan kisah Thalhah ibn ‘Ubaidillah.
Satu hari ia berbincang dengan ‘Aisyah, isteri sang Nabi, yang masih terhitung sepupunya. Rasulullah datang, dan wajah beliau pias tak suka. Dengan isyarat, beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam meminta ‘Aisyah masuk ke dalam bilik. Wajah Thalhah memerah. Ia undur diri bersama gumam dalam hati, “Beliau melarangku berbincang dengan ‘Aisyah. Tunggu saja, jika beliau telah diwafatkan Allah, takkan kubiarkan orang lain mendahuluiku melamar ‘Aisyah.”
Satu saat dibisikannya maksud itu pada seorang kawan, “Ya, akan kunikahi ‘Aisyah jika Nabi telah wafat.”
Gumam hati dan ucapan Thalhah disambut wahyu. Allah menurunkan firmanNya kepada Sang Nabi dalam ayat kelimapuluhtiga surat Al Ahzab, “Dan apabila kalian meminta suatu hajat kepada isteri Nabi itu, maka mintalah pada mereka dari balik hijab. Demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. Kalian tiada boleh menyakiti Rasulullah dan tidak boleh menikahi isteri-isterinya sesudah wafatnya selama-lamanya.”
Ketika ayat itu dibacakan padanya, Thalhah menangis. Ia lalu memerdekakan budaknya, menyumbangkan kesepuluh untanya untuk jalan Allah, dan menunaikan haji dengan berjalan kaki sebagai taubat dari ucapannya. Kelak, tetap dengan penuh cinta dinamainya putri kecil yang disayanginya dengan asma ‘Aisyah. ‘Aisyah binti Thalhah. Wanita jelita yang kelak menjadi permata zamannya dengan kecantikan, kecerdasan, dan kecemerlangannya. Persis seperti ‘Aisyah binti Abi Bakr yang pernah dicintai Thalhah.
Subhanallah.

7. Kisah cinta yang membawa surga
Al-Mubarrid menyebutkan dari Abu Kamil dari Ishaq bin Ibrahim dari Raja' bin Amr An-Nakha'i, ia berkata, "Adalah di Kufah, terdapat pemuda tampan, dia sangat rajin dan taat. Suatu waktu dia berkunjung ke kampung dari Bani An-Nakha'.
Dia melihat seorang wanita cantik dari mereka sehingga dia jatuh cinta dan kasmaran. Dan ternyata cintanya pada si wanita cantik tak bertepuk sebelah tangan.
Karena sudah jatuh cinta, akhirnya pemuda itu mengutus seseorang untuk melamar gadis tersebut. Tetapi si ayah mengabarkan bahwa putrinya telah dojodohkan dengan sepupunya. Walau demikian, cinta keduanya tak bisa padam bahkan semakin berkobar. Si wanita akhirnya mengirim pesan lewat seseorang untuk si pemuda, bunyinya, 'Aku telah tahu betapa besar cintamu kepadaku, dan betapa besar pula aku diuji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan mengunjungimu atau aku akan mempermudah jalan bagimu untuk datang menemuiku di rumahku.'
Dijawab oleh pemuda tadi melalui orang suruhannya, 'Aku tidak setuju dengan dua alternatif itu, sesungguhnya aku merasa takut bila aku berbuat maksiat pada Rabbku akan adzab yang akan menimpaku pada hari yang besar. Aku takut pada api yang tidak pernah mengecil nyalanya dan tidak pernah padam kobaranya.'
Ketika disampaikan pesan tadi kepada si wanita, dia berkata, "Walau demikian, rupanya dia masih takut kepada Allah? Demi Allah, tak ada seseorang yang lebih berhak untuk bertaqwa kepada Allah dari orang lain. Semua hamba sama-sama berhak untuk itu." Kemudian dia meninggalkan urusan dunia dan menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruknya serta mulai beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi, dia masih menyimpan perasaan cinta dan rindu pada sang pemuda. Tubuhnya mulai kurus karena menahan rindunya, sampai akhirnya dia meninggal dunia karenanya. Dan pemuda itu seringkali berziarah ke kuburnya, Dia menangis dan mendo'akanya. Suatu waktu dia tertidur di atas kuburannya. Dia bermimpi berjumpa dengan kekasihnya dengan penampilan yang sangat baik. Dalam mimpi dia sempat bertanya, "Bagaimana keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?"
Dia menjawab, "Sebaik-baik cinta wahai orang yang bertanya, adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat mengiring menuju kebaikan."
Pemuda itu bertanya, "Jika demikian, kemanakah kau menuju?" Dia jawab, "Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di Surga kekekalan yang dapat kumiliki dan tidak akan pernah rusak."
Pemuda itu berkata, "Aku harap kau selalu ingat padaku di sana, sebab aku di sini juga tidak melupakanmu." Dia jawab, "Demi Allah, aku juga tidak melupakanmu. Dan aku meminta kepada Tuhanku dan Tuhanmu (Allah SWT) agar kita nanti bisa dikumpulkan. Maka, bantulah aku dalam hal ini dengan kesungguhanmu dalam ibadah."
Si pemuda bertanya, "Kapan aku bisa melihatmu?" Jawab si wanita: "Tak lama lagi kau akan datang melihat kami." Tujuh hari setelah mimpi itu berlalu, si pemuda dipanggil oleh Allah menuju kehadiratNya, meninggal dunia.
Hmm, sebuah kisah cinta yang agung dengan berdasarkan janji bertemu di surga. Luar biasa. AllahuAkbar.

8. Ummu Sulaim dan Abu Thalhah
Ummu Sulaim merupakan janda dari Malik bin Nadhir. Abu Thalhah yang memendam rasa cinta dan kagum akhirnya memutuskan untuk menikahi Ummu Sulaim tanpa banyak pertimbangan. Namun di luar dugaan, jawaban Ummu Sulaim membuat lidahnya menjadi kelu dan rasa kecewanya begitu menyesakkan dada, meski Ummu Sulaim berkata dengan sopan dan rasa hormat,
"Sesungguhnya saya tidak pantas menolak orang yang seperti engkau, wahai Abu Thalhah. Hanya sayang engkau seorang kafir dan saya seorang muslimah. Maka tak pantas bagiku menikah denganmu. Coba Anda tebak apa keinginan saya?"
"Engkau menginginkan dinar dan kenikmatan," kata Abu Thalhah.
"Sedikitpun saya tidak menginginkan dinar dan kenikmatan. Yang saya inginkan hanya engkau segera memeluk agama Islam," tukas Ummu Sualim tandas.
"Tetapi saya tidak mengerti siapa yang akan menjadi pembimbingku?" tanya Abu Thalhah.
"Tentu saja pembimbingmu adalah Rasululah sendiri," tegas Ummu Sulaim.
Maka Abu Thalhah pun bergegas pergi menjumpai Rasulullah Saw. yang mana saat itu tengah duduk bersama para sahabatnya. Melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasulullah Saw. berseru, "Abu Thalhah telah datang kepada kalian, dan cahaya Islam tampak pada kedua bola matanya."
Ketulusan hati Ummu Sulaim benar-benar terasa mengharukan relung-relung hati Abu Thalhah. Ummu Sulaim hanya akan mau dinikahi dengan keislamannya tanpa sedikitpun tegiur oleh kenikmatan yang dia janjikan. Wanita mana lagi yang lebih pantas menjadi istri dan ibu asuh anak-anaknya selain Ummu Sulaim? Hingga tanpa terasa di hadapan Rasulullah Saw. lisan Abu Thalhah basah mengulang-ulang kalimat, "Saya mengikuti ajaran Anda, wahai Rasulullah. Saya bersaksi, bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusanNya."
Menikahlah Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah, sedangkan maharnya adalah keislaman suaminya. Hingga Tsabit –seorang perawi hadits- meriwayatkan dari Anas, "Sama sekali aku belum pernah mendengar seorang wanita yang maharnya lebih mulia dari Ummu Sulaim, yaitu keislaman suaminya." Selanjutnya mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang damai dan sejahtera dalam naungan cahaya Islam.

9. Kisah seorang pemuda yang menemukan apel
Alkisah ada seorang pemuda yang ingin pergi menuntut ilmu. Dictengah perjalanan dia haus dan singgah sebentar di sungai yang airnya jernih. dia langsung mengambil air dan meminumnya. tak berapa lama kemudian dia melihat ada sebuah apel yang terbawa arus sungai, dia pun mengambilnya dan segera memakannya. setelah dia memakan segigit apel itu dia segera berkata "Astagfirullah"
Dia merasa bersalah karena telah memakan apel milik orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu. "Apel ini pasti punya pemiliknya, lancang sekali aku sudah memakannya. Aku harus menemui pemiliknya dan menebus apel ini".
Akhirnya dia menunda perjalanannya menuntut ilmu dan pergi menemui sang pemilik apel dengan menyusuri bantaran sungai untuk sampai kerumah pemilik apel. Tak lama kemudian dia sudah sampai ke rumah pemilik apel. Dia melihat kebun apel yang apelnya tumbuh dengan lebat.
"Assalamualaikum...."
"Waalaikumsalam wr.wb.". Jawab seorang lelaki tua dari dalam rumahnya.
Pemuda itu dipersilahkan duduk dan dia pun langsung mengatakan segala sesuatunya tanpa ada yang ditambahi dan dikurangi. Bahwa dia telah lancang memakan apel yang terbawa arus sungai.
"Berapa harus kutebus harga apel ini agar kau ridha apel ini aku makan pak tua". tanya pemuda itu.
Lalu pak tua itu menjawab. "Tak usah kau bayar apel itu, tapi kau harus bekerja di kebunku selama 3 tahun tanpa dibayar, apakah kau mau?"
Pemuda itu tampak berfikir, karena untuk segigit apel dia harus membayar dengan bekerja di rumah bapak itu selama tiga tahun dan itupun tanpa digaji, tapi hanya itu satu-satunya pilihan yang harus diambilnya agar bapak itu ridha apelnya ia makan."Baiklah pak, saya mau."
Alhasil pemuda itu bekerja di kebun sang pemilik apel tanpa dibayar. Hari berganti hari, minggu, bulan dan tahun pun berlalu. Tak terasa sudah tiga tahun dia bekerja dikebun itu. Dan hari terakhir dia ingin pamit kepada pemilik kebun.
"Pak tua, sekarang waktuku bekerja di tempatmu sudah berakhir, apakah sekarang kau ridha kalau apelmu sudah aku makan?"
Pak tua itu diam sejenak. "Belum."
Pemuda itu terhenyak. "Kenapa pak tua, bukankah aku sudah bekerja selama tiga tahun di kebunmu."
"Ya, tapi aku tetap tidak ridha jika kau belum melakukan satu permintaanku lagi."
"Apa itu pak tua?"
"Kau harus menikahi putriku, apakah kau mau?"
"Ya, aku mau." jawab pemuda itu.
Bapak tua itu mengatakan lebih lanjut. "Tapi, putriku buta, tuli, bisu dan lumpuh, apakah kau mau?"
Pemuda itu tampak berfikir, bagaimana tidak...dia akan menikahi gadis yang tidak pernah dikenalnya dan gadis itu cacat, dia buta, tuli, dan lumpuh. Bagaimana dia bisa berkomunikasi nantinya? Tapi diap un ingat kembali dengan segigit apel yang telah dimakannya. Dan dia pun menyetujui untuk menikah dengan anak pemilik kebun apel itu untuk mencari ridha atas apel yang sudah dimakannya.
"Baiklah pak, aku mau."
Segera pernikahan pun dilaksanakan. Setelah ijab kabul sang pemuda itupun masuk kamar pengantin. Dia mengucapkan salam dan betapa kagetnya dia ketika dia mendengar salamnya dibalas dari dalam kamarnya. Seketika itupun dia berlari mencari sang bapak pemilik apel yang sudah menjadi mertuanya.
"Ayahanda...siapakah wanita yang ada didalam kamar pengantinku? Kenapa aku tidak menemukan istriku?"
Pak tua itu tersenyum dan menjawab. "Masuklah nak, itu kamarmu dan yang di dalam sana adalah istimu."
Pemuda itu tampak bingung. "Tapi ayahanda, bukankah istriku buta, tuli tapi kenapa dia bisa mendengar salamku?
Bukankah dia bisu tapi kenapa dia bisa menjawab salamku?"
Pak tua itu tersenyum lagi dan menjelaskan. "Ya, memang dia buta, buta dari segala hal yang dilarang Allah. Dia tuli, tuli dari hal-hal yang tidak pantas didengarnya dan dilarang Allah. Dia memang bisu, bisu dari hal yang sifatnya sia-sia dan dilarang Allah, dan dia lumpuh, karena tidak bisa berjalan ke tempat-tempat yang maksiat."
Pemuda itu hanya terdiam dan mengucap lirih: "Subhanallah....."
Dan merekapun hidup berbahagia dengan cinta dari Allah.

10. Zulaikha dan Yusuf As. 
Cinta Zulaikha kepada Yusuf As. konon begitu dalam hingga Zulaikha takut cintanya kepada Yusuf merusak cintanya kepada Allah Swt. Berikut sedikit ulasan tentang cinta mereka
Zulaikha adalah seorang puteri raja sebuah kerajaan di barat (Maghrib) negeri Mesir. Beliau seorang puteri yang cantik menarik. Beliau bermimpi bertemu seorang pemuda yang menarik rupa parasnya dengan peribadi yang amanah dan mulia. Zulaikha pun jatuh hati padanya. Kemudian beliau bermimpi lagi bertemu dengannya tetapi tidak tahu namanya.
Kali berikutnya beliau bermimpi lagi, lelaki tersebut memperkenalkannya sebagai Wazir kerajaan Mesir. Kecintaan dan kasih sayang Zulaikha kepada pemuda tersebut terus berputik menjadi rindu dan rawan sehingga beliau menolak semua pinangan putera raja yang lain. Setelah bapanya mengetahui isihati puterinya, bapanya pun mengatur risikan ke negeri Mesir sehingga mengasilkan majlis pernikahan dengan Wazir negri Mesir.
Memandang Wazir tersebut atau al Aziz bagi kali pertama, hancur luluh dan kecewalah hati Zulaikha. Hatinya hampa dan amat terkejut, bukan wajah tersebut yang beliau temui di dalam mimpi dahulu. Bagaimanapun ada suara ghaib berbisik padanya: “Benar, ini bukan pujaan hati kamu. Tetapi hasrat kamu kepada kekasih kamu yang sebenarnya akan tercapai melaluinya. Janganlah kamu takut kepadanya. Mutiara kehormatan engkau sebagai perawan selamat bersama-sama dengannya.”
Perlu diingat sejarah Mesir menyebut, Wazir diraja Mesir tersebut adalah seorang kasi, yang dikehendaki berkhidmat sepenuh masa kepada baginda raja. Oleh yang demikian Zulaikha terus bertekat untuk terus taat kepada suaminya kerana ia percaya ia selamat bersamnya.
Demikian masa berlalu, sehingga suatu hari al-Aziz membawa pulang Yusuf a.s. yang dibelinya di pasar. Sekali lagi Zulaikha terkejut besar, itulah Yusuf a.s yang dikenalinya didalam mimpi. Tampan, menarik dan menawan.
Sabda Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Hammad dari Tsabit bin Anas memperjelasnya: "Yusuf dan ibunya telah diberi oleh Allah separuh kecantikan dunia."
Kisah Zulaikha dan Yusuf direkam di dalam Al Quran pada Surah Yusuf ayat 21 sampai 36 dan ayat 51. Selepas ayat tersebut Al Quran tidak menceritakan kelanjutan hubungan Zulaikha dengan Yusuf a.s. Namun Ibn Katsir di dalam Tafsir Surah Yusuf memetik bahwa Muhammad bin Ishak berkata bahawa kedudukan yang diberikan kepada Yusuf a.s oleh raja Mesir adalah kedudukan yang dulunya dimiliki oleh suami Zulaikha yang telah dipecat. Juga disebut-sebut bahwa Yusuf telah beristrikan Zulaikha sesudah suaminya meninggal dunia, dan diceritakan bahwa pada suatu ketika berkatalah Yusuf kepada Zulaikha setelah ia menjadi isterinya, “Tidakkah keadaan dan hubungan kita se¬karang ini lebih baik dari apa yang pernah engkau inginkan?”
Zulaikha menjawab, “Janganlah engkau menyalahkan aku, hai kekasihku, aku sebagai wanita yang cantik, muda belia bersuamikan seorang pemuda yang berketerampilan dingin, menemuimu sebagai pemuda yang tampan, gagah perkasa bertubuh indah, apakah salah bila aku jatuh cinta kepadamu dan lupa akan kedudukanku sebagai wanita yang bersuami?”
Dikisahkan bahwa Yusuf menikahi Zulaikha dalam keadaan gadis (perawan) dan dari perkawinan itu memperoleh dua orang putra: Ifraitsim bin Yusuf dan Misya bin Yusuf.

sumber:.......

Minggu, 26 November 2017

Syair dan Madih memuji Nabi S.A.W oleh para sahabat R.A

Syair dan Madih memuji Nabi S.A.W oleh para sahabat R.A


Syair dan Madih memuji Nabi S.A.W (Dipetik dari buku Khilafiah - Karangan Ust. Muhadir Hj Joll)
Halaman: 597-599 Bab MaulidurRasul

Pada zaman Nabi terdapat banyak penyair yang terkenal dan hebat datang kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan mempersembahkan kepada Baginda صلى الله عليه وسلم berhalaman-halaman syair yang memuji dan mengagungkan Baginda صلى الله عليه وسلم.

Ini dibuktikan dengan banyaknya syair yang dikutip dalam Sirah Ibn Hisham, al-Waqidi dan lain-lain. Penyair-penyair terkenal mengagung-agungkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم di hadapan Baginda صلى الله عليه وسلم dan para Sahabat dan tidak dilarang oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan tidak ada para Sahabat yang mencela atau mengatakan hal tersebut berlebih-lebihan (ghuluw).

Rasulullah amat suka syair yang indah seperti yang diriwayatkan Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad dan kitab-kitab lain. Rasulullah bersabda: “Terdapat hikmah dalam syair.”

Ayah saudara Nabi, al-Abbas mengarang syair memuji kelahiran Nabi. Di antara bait terjemahannya sebagai berikut:

“Di kala dikau dilahirkan, bumi bersinar terang hingga nyaris-nyaris pasak-pasak bumi tidak mampu untuk menanggung cahayamu, dan kami dapat terus melangkah lantaran kerana sinar dan cahaya dan jalan yang terpimpin” (ruj1254)

Ibn Katsir menerangkan dalam kitabnya bahawa para Sahabat ada meriwayatkan bahawa Nabi صلى الله عليه وسلم memuji nama dan nasabnya serta membaca syair mengenai diri Baginda صلى الله عليه وسلم semasa Peperangan Hunain untuk menambah semangat para Sahabat dan menakutkan para musuh. (Lihat hadis riwayat at-Tabarani dan al-Baihaqi dalam Dala’il an-Nubuwwah, ms. 5, Syarh al-Mawahib, 1/62, begitu juga hadis-hadis riwayat Ahmad, al-Bukhari, Muslim, Ibn Majah, at-Tirmizi dan lain-lain)

Hasan bin Tsabit selalu melagukan dan membacakan syair-syairnya di depan Sayyidul Mursalin Muhammad dan di depan para Sahabat Baginda صلى الله عليه وسلم. Tidak ada satu pun yang mencela atau mengatakan berlebih-lebihan (ghuluw).

Tertera di batu nisan Hasan Ibn Tsabit, beliau menulis mengenai Nabi :صلى الله عليه وسلم

“Bagiku tiada siapa dapat mencari kesalahan dalam diriku, Aku hanya seorang yang telah hilang segala derita rasa, Aku tidak akan berhenti daripada memujinya (Nabi), kerana hanya dengan itu mungkin aku akan kekal dalam syurga bersama-sama ‘Yang Terpilih’, yang daripadanya aku mengharapkan syafaat, dan untuk hari itu, aku kerahkan seluruh tenagaku ke arah itu.”

Menurut riwayat yang berasal dari Abu Bakar Ibn al-Anbari (ruj1255), ketika Ka’ab bin Zuhair (ruj1256) dalam mendendangkan syair pujiannya sampai kepada sanjungan bahawa Baginda صلى الله عليه وسلم adalah sinar cahaya yang menerangi dunia dan Baginda صلى الله عليه وسلم laksana pedang Allah yang ampuh terhunus.

Sebagai tanda kegembiraan Baginda صلى الله عليه وسلم, maka Baginda صلى الله عليه وسلم menanggalkan kain burdahnya (kain penutup punggung) dan diberikan pada Ka’ab. Muawiyyah bin Abi Sufyan pada masa kekuasaannya berusaha membeli burdah itu dari Ka’ab dengan harga sepuluh ribu dirham, tetapi Ka’ab menolaknya. Setelah Ka’ab wafat, Muawiyyah membeli burdah pusaka Nabi itu dari ahli waris Ka’ab dengan harga dua puluh ribu dirham.

Banyak sekali hadis yang diriwayatkan oleh para Sahabat Nabi tentang bagaimana mereka memuliakan dan mengagungkan Nabi seperti Amr bin As, Anas bin Malik, Usamah bin Syarik dan lain-lain. Semua pujian dan syair-syair ini tidak dilarang oleh Baginda صلى الله عليه وسلم Juga syair-syair tersebut boleh dilagukan dan diiringi dengan bermain gendang.

Dalam kitab Madarij as-Salikin, Ibn Qayyim menulis bahawa Nabi memberi izin untuk menyanyi pada hari perkahwinan dan membenarkan syair dipersembahkan kepada Baginda صلى الله عليه وسلم. Baginda صلى الله عليه وسلمmendengar Anas dan para Sahabat memujinya dan membaca syair ketika Baginda صلى الله عليه وسلم sedang menggali parit semasa peperangan Khandaq dan mereka pernah berkata: “Kamilah yang telah memberi bai’ah kepada Muhammad untuk berjihad selama kami hidup.”

Ibn Qayyim juga telah menceritakan mengenai Abdullah Ibn Rawahah membaca syair yang panjang memuji-muji Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. semasa penaklukan kota Makkah, dan Nabi pun berdoa untuk Abdullah . Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga pernah mendoakan untuk Hasan Ibn Tsabit agar Allah sentiasa memberi bantuan kepadanya dengan roh suci selama beliau memuji-muji Nabi melalui syairnya. Nabi juga pernah meminta Aswad bin Sarih untuk mengarang syair memuji-muji Allah dan Baginda Nabi صلى الله عليه وسلم pernah meminta seseorang untuk membaca syair puji-pujian yang memuat seratus halaman yang dikarang oleh Umayyah Ibn Abi Halh.

Menurut Ibn Qayyim lagi: Aisyah r.a. selalu membaca syair memuji Baginda صلى الله عليه وسلم dan Baginda صلى الله عليه وسلمamat menyenanginya.”

Ditulis juga oleh Ibn Qayyim dalam kitabnya, Allah memberi keizinan kepada Nabi agar membaca al-Quran dengan berlagu. Pada suatu hari Abu Musa al-Asy’ari sedang membaca al-Quran dengan berlagu dan suara yang merdu dan ketika itu Nabi sedang mendengar bacaan beliau.

Setelah dia selesai mengaji, Nabi mengucapkan tahniah kepadanya kerana bacaannya yang begitu merdu dan Nabi bersabda: ‘Engkau mempunyai suara yang merdu.’ Baginda صلى الله عليه وسلم bersabda lagi bahawa:

“Abu Musa al-Asy’ari telah dikurniakan Allah ‘mizmar’ (seruling) di antara mizmar-mizmar Nabi Daud.” Abu Musa pun berkata: “Ya Rasulullah, jika aku tahu yang engkau sedang mendengarkan bacaanku nescaya aku akan membaca dengan suara yang lebih merdu dan lagu yang lebih enak lagi yang engkau belum pernah dengar lagi.”

Ibn Qayyim menulis lagi, Nabi bersabda:

”Hiasilah al-Quran dengan suara kamu, dan sesiapa yang tidak melagukan al-Quran bukanlah dari kalangan kami.”

Ibn Qayyim mengatakan juga: “Untuk menyenangi suara yang merdu adalah dibenarkan seperti juga kita menyenangi pemandangan yang indah, gunung-gunung, alam semesta ataupun harum-haruman dan wangi-wangian ataupun hidangan yang lazat selama semua itu tidak melanggar batas-batas syariat.”

Seorang ahli hadis, Ibn ‘Abbad telah memberikan fatwa tentang hadis Rasulullah صلى الله عليه وسلم berikut ini: “Seorang wanita telah datang menemui Nabi pada waktu Baginda صلى الله عليه وسلم baru pulang dari medan
peperangan, dan wanita itu pun berkata: Ya Rasulullah, aku telah bernazar jika sekiranya, Allah menghantarkan engkau kembali dalam keadaan selamat, aku akan bermain gendang di sebelahmu. Nabi pun bersabda: Tunaikanlah nazarmu.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmizi)

Masih banyak lagi kata-kata Baginda صلى الله عليه وسلم untuk dirinya. Sekiranya pujian-pujian ini semuanya dilarang, maka tidak akan diucapkan dari lisan orang yang paling takwa dan mulia Rasulullah صلى الله عليه وسلم serta dari lisan para Sahabat yang ditujukan kepada Baginda 1257 صلى الله عليه وسلم.

Rujukan: 
1253: kerana ia tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para Sahabat.

1254: Lihat Mustadrak ala ash-Sahihain, Husn al-Maqsid, Imam as-Suyuthi, ms. 5, kitab Maulid Ibn Katsir, ms. 30 dan Fath al-Bari.

1255: Beliau ialah Abu Bakar Muhammad bin al-Qasim al-Anbari. Antara kitabnya ialah Gharib al-Hadis. Meninggal pada tahun 328H.

1256: Beliau ialah Ka’ab bin Zuhair bin Abi Sulma al-Mazni dari keturunan suku Muzainah. Seorang Sahabat Rasulullah dan seorang penyair ‘Mukhadram iaitu penyair yang hidup pada zaman Jahiliah dan sempat pula hidup pada zaman awal Islam. Meninggal pada tahun 26H (645M) (ada pendapat yang mengatakan beliau meninggal dalam zaman pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan).

1257: Lihat dalil-dalil yang kuat dalam membolehkan puji-pujian ke atas Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam al-Qaul ash-Sahih fi Masyru’iyyah al-Madih, Syeikh Ahmad Abd al-Baqi asy-Syeikh Daf’ullah ash-Sha’im Daimah, al-Qahirah: Dar Jawami’ al-Kalim, t.t.